Selasa, 22 Desember 2009

TERGESA-GESA

"Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (adzab)-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera." (QS. al-Anbiya': 37)

Kebanyakan manusia mempunyai sifat tergesa-gesa dan serba ingin cepat. Petunjuk untuk tidak berlaku tergesa-gesa atau serba cepat itu telah digariskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW yang menjadi pegangan kita umat Islam dalam beramal dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk mengetahui lebih jauh sifat tergesa-gesa dapat anda simak dengan uraian berikut.
Firman Allah diatas menjelaskan tentang sifat tergesa-gesa yang memang menjadi sifat manusia, dijadikan Allah demikian, namun Allah akan menguji umatnya dan juga firman-Nya;

"Dan manusia berdo'a untuk kejahatan sebagaimana ia berdo'a untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa." (QS. al-Isra': 11)

Ayat pertama menjelaskan bahwa manusia diciptakan dengan sifat tergesa-gesa. Yang dimaksud dengan manusia di sini, bisa jadi semua jenis/bangsa manusia atau bisa pula Adam a.s.. Artinya, ia diciptakan dengan sifat tergesa-gesa. Manakala secara alami Adam memiliki sifat seperti ini, maka ia mendapatinya pula ada pada anak-anaknya lalu mewariskan kepada mereka sifat tergesa-gesa ini.
Menurut Ibn al-Jauzi dalam tafsirnya, Zad al-Masir, Bila yang dimaksud manusia di sini adalah jenis/bangsa manusia, maka bisa jadi dalam redaksi ayat terdapat Taqdim (Sesuatu yang didahulukan) dan Ta'khir (sesuatu yang dikemudiankan), maknanya bahwa sifat tergesa-gesa diciptakan pada manusia.
Terdapat hadits yang menyebutkan bahwa ayat pertama di atas (surat al-Anbiya') turun ketika orang-orang kafir Quraisy meminta disegerakannya adzab atas mereka, lalu Allah SWT ingin melarang mereka dan memberi peringatan kepada mereka. Karena itu, didahulukan celaan kepada manusia bahwa ia memiliki sifat, tabi'at dan karakter tergesa-gesa sehingga membuatnya tidak mau membuka mata dan tidak berhati-hati dalam menyampaikan tuntutannya.
Dengan makna ini tidak ada hal yang perlu dipertentangkan antara penggalan pertama ayat yang artinya, "Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa" dan penutupnya, "Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera."
Masalahnya, ada sebagian orang yang mempertentangkan hal itu dengan mengatakan, bagaimana bisa di satu sisi manusia diciptakan dengan sifat dan tabiat tergesa-gesa, sementara di sisi yang lain, Allah SWT melarangnya melakukan sifat yang sudah menjadi karakter dan tabiatnya itu? Bukankah ini sama dengan pembebanan dengan sesuatu yang mustahil?
Jawaban atas pertanyaan kritis seperti ini dikatakan, bahwa benar, manusia diciptakan dengan tabiat tergesa-gesa akan tetapi ia juga mampu untuk memaksakan dirinya agar berhati-hati dan tidak tergesa-gesa. Sebagaimana ia diciptakan dengan sifat cinta hawa nafsu, maka di samping itu pula ia harus mampu memaksakan dirinya agar mengekangnya. Artinya, bahwa manusia memiliki kemampuan yang dengannya ia dapat mengalahkan hawa nafsu dan juga meninggalkan sifat tergesa-gesa itu!
Sementara ayat kedua di atas (surat al-Isra') juga menjelaskan sifat tergesa-gesa manusia, lahir dan batin. Dalam ayat itu, diinformasikan mengenai sifat manusia yang ingin cepat-cepat (tergesa-gesa) dan meminta semua apa yang terbetik di dalam hati dan perasaannya serta bila sedang kecewa, maka ia berdo’a atas dirinya sendiri, anak atau hartanya dengan kematian, kebinasaan, kehancuran dan semisalnya.
Maka benarlah firman-Nya, artinya, "Dan manusia berdo'a untuk kejahatan sebagaimana ia berdo'a untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa," (QS. al-Isra’: 11), yakni bertabiat tergesa-gesa.
Di antara ketergesa-gesaannya itu adalah berdo’a untuk kejahatan sebagaimana ia berdo’a untuk kebaikan. Andaikata Allah mengabulkannya, niscaya celakalah ia dengan do’anya itu sebagaimana firman-Nya, artinya, "Dan kalau sekiranya Allah menyegerakan kejahatan bagi manusia seperti permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pastilah diakhiri umur mereka. Maka kami biarkan orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, bergelimang di dalam kesesatan mereka." (QS. Yunus: 11)
Terkait dengan hal ini, terdapat hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Ya Allah, sesungguhnya Muhammad adalah manusia biasa yang dapat marah sebagaimana manusia marah. Dan sesungguhnya aku telah mengambil janji di sisi-Mu bahwa Engkau tidak akan mengingkariku akan hal itu; maka Mukmin mana pun yang telah aku sakiti, aku cela atau aku cambuk, maka jadikanlah hal itu sebagai kafarat (penghapus dosa kecil) dan taqarrub (pendekatan diri) yang dengannya Engkau dekatkan ia kepada-Mu pada hari Kiamat." (HR Muslim)
Hadits ini menunjukkan sifat manusia yang suka cepat-cepat dan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, mengeluarkan putusan hukum, memberikan sanksi, mencela dan menginginkan kesenangan.
Terdapat hadits dari 'Aisyah r.a. bahwasanya Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya sifat lemah-lembut (berhati-hati) tidaklah berlaku pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu melainkan ia membuatnya tercela." (HR.Muslim)
Hadits lainnya berasal dari Jarir bin Abdullah r.a, ia berkata, "Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Barangsiapa yang diharamkan dari sifat lemah-lembut (tidak memilikinya), maka niscaya ia diharamkan dari kebaikan (tidak mendapatkannya).” (HR.Muslim)
Sifat tergesa-gesa amat berpengaruh pada kehidupan manusia dan segala aktivitasnya melalui dua sisi:
Pertama, Sisi Materil, di mana seseorang akan banyak kehilangan hal-hal yang bermanfaat baginya atau dapat mengakibatkan ia ditimpa penyakit, musibah, bencana dan kerugian yang bervariasi baik terhadap tubuhnya, anak, harta dan hal-hal yang dimilikinya. Ketergesa-gesaannya dalam mengambil sesuatu, berjalan, mengendarai mobil, memasak makanan, memberikan sanksi kepada anaknya dan dalam pembicaraannya; maka semua itu memiliki pengaruh materil yang amat besar dan nyata.
Oleh karena itu, dalam ayat yang lain (QS. al-Furqan: 63), Allah SWT menyebut manusia yang beruntung dan sukses, yaitu seorang Mukmin dengan sifat tenang dan lemah-lembut. Demikian juga Luqman berwasiat kepada putranya agar bersifat sederhana.

”Dan sederhanalah kamu dalam berjalan, dan lunakkanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai.”(QS. Luqman: 19).
Tidak diragukan lagi, bahwa dalam kesederhanaan itu terdapat pengaruh yang amat terpuji dan akibat baik yang tidak dapat ditakar dengan harga.
Inilah yang kita dapatkan ringkasan dan maknanya dari batasan dan persyaratan yang disampaikan Rasulullah SAW dalam haditsnya di atas, "Sesungguhnya sifat lemah-lembut (berhati-hati) tidaklah berlaku pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu melainkan ia membuatnya tercela." Dan saat beliau bersabda, "Barangsiapa yang diharamkan dari sifat lemah-lembut (tidak memilikinya), maka niscaya ia diharamkan dari kebaikan (tidak mendapatkannya)."
Dalam sifat lemah-lembut (berhati-hati) terdapat jaminan yang tegas akan berlangsung baiknya semua urusan manusia dan damainya kondisi dan kesudahannya. Sifat lemah-lembut bahkan merupa kan pintu kebaikan yang harus dimiliki setiap manusia sehingga ia dapat meraih buahnya; jika ia menghindarinya, berarti ia tidak akan mendapatkan kebaikan apa pun.
Kedua, Sisi Kejiwaan, di mana sifat tergesa-gesa akan membuatnya luput dari merasakan ketenangan jiwa, ketenteraman dan kedamaian. Sifat tergesa-gesa secara dzati dan pengaruhnya dapat menimbulkan kecemasan pada manusia, membekaskan penyesalan ke dalam perasaan dan relung hatinya sehingga dapat mengganggu kesehatan jiwa dan kestabilan hatinya.
Gejala kejiwaan paling penting yang ditimbulkan sifat tergesa-gesa adalah penyesalan dan sikap menyayangkan atas apa yang telah berlalu. Ini adalah penyakit yang menghinggapi semua manusia, sedikit atau banyak, dan diantara sebabnya yang paling penting adalah karena tidak membiasakan jiwa untuk mengekang sifat tergesa-gesa itu!
Jargon populer yang mengatakan, ”Lebih cepat, lebih baik” akan berdampak buruk jika tidak cermat sebagaimana hadits Rasulullah SAW mengatakan,
يقول نبي الله صلى الله عليه وسلم: [التأني من الله والعجلة من الشيطان] رواه مسلم
ِArtinya: ”Pelan itu dari Allah dan tergesa-gesa itu dari syaitan” (HR Muslim)
Di sinilah rahasia pelajaran Rasulullah s.a.w. agar memiliki sifat tenang, lemah-lembut dan pengaruhnya. [Hanif Yahya dan Abu Razi, Sumber:Al-’Ajalah, Dr. Abd Aziz Muhammad)

MERAIH KEAMPUNAN

"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui." (Ali Imran: 135).

Kesalahan dan dosa bagi manusia adalah suatu kelaziman. Tidak ada manusia yang ma'shum, setebal apa pun tingkat keimanannya, seluas apa pun ilmunya dan sedalam apa pun ketakwaannya kepada Allah, selama dia adalah manusia, dia pasti suatu kali akan melakukan kesalahan dan dosa. Allah memang tidak berkehendak menciptakan manusia dalam keadaan bersih dari kesalahan dan sempurna dari dosa, karena Allah hanya menginginkan kesempurnaan untuk diriNya. Persoalan sebenarnya bukan pada manusia yang berdosa dan bersalah, akan tetapi apa yang dilakukan setelah dosa dan kesalahan tersebut?



P E R S E R O A N T E R B A T A S

Kantor Pusat: Jl. Raya Kapas Panji Km3 Bukittinggi
Telp: (0752) 31313 – 33877 Fax.: (0752) 624817
Kantor Cabang: Jl. Raya Imam Bonjol
Padang Panjang No. 230 Telp./Fax: (0752) 484183
Merajut Laba Menepis Riba,
Maju Bersama Dengan Ke Redhaan Allah

PENGHIMPUNAN DANA :
Tabungan Andalas, Tabungan Qurban, Tabungan Haji, Tabungan Siswa, Tabungan Usaha,
Deposito Mudharabah (1- 12 Bulan)
PENYALURAN DANA :
Pembayaran Murabahah, Musyarakah, Mudharabah, Kebajikan.


Nabi Adam telah mengukir keteladanannya dalam hal ini, bukan pada pelanggarannya terhadap larangan Allah, akan tetapi pada apa yang dia lakukan setelah dia melakukan pelanggaran tersebut.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Adam bersama istrinya diizinkan oleh Allah tinggal di surga. Allah melarangnya mendekati satu pohon yang ada di sana, tetapi Adam melanggar-nya karena bujuk rayu setan, akan tetapi setelah itu Adam menye-sali dan menyadari kesalahannya serta memohon ampun kepada Allah. Allah mengampuninya dan Adam pun menjadi lebih mulia dan lebih baik dari sebelumnya. Firman Allah Ta’ala,

"Kemudian Rabbnya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk." (Thaha: 122).
Di sisi lain, manakala Allah menciptakan Bani Adam dengan kesalahan dan dosanya, Dia pun membuka peluang perbaikan se-lebar-lebarnya. Dia memanggil dan mengajak hamba-hambaNya agar memanfaatkan peluang tersebut sebaik-baiknya. Dan peluang ini senantiasa terbuka siang-malam sepanjang umur manusia atau umur dunia ini. Peluang tersebut adalah taubat untuk meraih ampunan Allah Ta’ala. Firman Allah Ta’ala,
"Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepa-daNya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)." (Az-Zumar: 54).
Dari Nabi saw bersabda dalam Hadits Qudsy:

يَاعِـبَادِيْ، إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْـفِـرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا فَاسْتَغْفِـرُوْنِيْ أَغْـفِـرْ لَكُمْ.
"Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian melakukan kesalahan siang-malam dan Aku mengampuni seluruh dosa, oleh karena itu mohonlah ampun kepadaKu, niscaya Aku mengampuni kalian." (HR. Muslim).
Jika Allah mengajak kepada ampunan, berjanji memaafkan dan membuka pintunya lebar-lebar, sementara kita manusia selalu berdosa, maka tidak sekedar layak, akan tetapi sangat layak kalau kita mengetuk pintu tersebut dengan harapan Allah berkenan melimpahkan maafNya kepada kita semua, sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Pemurah. Sekarang bagaimana caranya agar kita dapat menggapai ampunan tersebut?
Banyak cara dan jalan menggapai keampunan Allah. Lebih dari itu, cara-cara tersebut adalah sangat mudah, tergantung kepada kita sendiri, ingin atau tidak ingin.
Di sini dikemukakan empat cara yang merupakan cara yang paling penting dan mendasar.

Pertama : Taubat
Jika Allah menghendaki, tidak ada dosa yang tidak terhapus oleh taubat, seberat dan sebesar apa pun, jangankan dosa-dosa kecil, dosa-dosa besar pun akan terhapus oleh taubat bahkan dosa tertinggi dalam Islam yaitu syirik, juga akan terhapus oleh taubat dengan catatan kemusyirikan tersebut tidak dibawa mati. Lihatlah kepada sebagian sahabat Nabi yang di masa jahiliyah adalah orang-orang penyembah berhala. Begitu mereka bertaubat darinya, mereka pun menjadi manusia terbaik umat ini. Tengoklah seorang laki-laki dari umat terdahulu -seperti yang dikisahkan oleh Rasulullah- pembunuh seratus nyawa. Adakah di dunia ini pelaku dosa yang lebih besar dan lebih banyak darinya? Dosanya adalah pembunuhan dan korbannya adalah seratus nyawa. Laki-laki tersebut dengan dosanya itu tetap meraih ampunan Allah dengan taubatnya dan usaha kerasnya untuk memperbaiki diri yang dia buktikan dengan berhijrah ke kota lain yang bisa mendukung usahanya tersebut.
Taubat yang bagaimanakah seseorang dapat meraih ampunan Allah? Yaitu taubat yang memenuhi lima syarat:
1). Ikhlas: Maksudnya adalah, hendaknya pemicu taubat adalah harapan terhadap pahala Allah dan kekhawatiran terhadap azab-Nya.
2). Penyesalan, dan bukti penyesalan adalah harapan seandai-nya dia tidak melakukannya.
3). Meninggalkan dosa-dosa, jika dosa karena meninggalkan suatu kewajiban maka taubatnya dengan melakukan yang mungkin dilakukan, dan jika dosa karena melakukan suatu larangan, maka dengan meninggalkannya, dan termasuk meninggalkan adalah meminta maaf kepada orang yang kita zalimi dan mengembalikan haknya kepadanya. Ini jika dosa tersebut di antara sesama.
4). Niat kuat untuk tidak mengulangi
Dengan perbuatan yang mengakibatkan dosa apapun bentuknya yang pernah dikerjakan sebelumnya, jangan diulang kembali.
5). Taubat dilakukan sebelum tertutup
Kapan itu? Jika nafas seseorang telah sampai di kerongkongan dan jika matahari terbit dari barat.
Dari Abu Hurairah r.a., berkata, Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللّهُ عَلَيْهِ.
"Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, maka Allah akan mengampuniNya." (HR. Muslim).
Dari Abdullah bin Umar dari Nabi SAW, beliau bersabda,

إِنَّ اللّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ.
"Sesungguhnya Allah Ta’ala menerima taubat seorang hamba selama nafasnya belum sampai di kerongkongan." (HR. at-Tirmidzi).
Taubat yang memenuhi lima syarat inilah yang menghadirkan ampunan Allah bagi pelakunya.

Kedua: Perbuatan yang baik.
Satu perbuatan baik dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat, lebih dari itu bisa sampai tujuh ratus kali lipatnya bahkan berkali-kali lipat yang Allah kehendaki. Sementara satu kejahatan hanya dibalas dengan seumpamanya, maka benar-benar celaka dan binasa orang-orang yang balasan kejahatannya mengungguli kebaikannya. Bagaimana tidak, kebaikan yang dilipatgandakan begitu rupa bisa dikalahkan oleh kejahatan yang hanya dibalas dengan semisalnya.
Firman Allah Ta’ala,

"Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa per-buatan jahat, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (di-rugikan)." (QS Al-An'am: 160). Firman Allah,

"Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya per-buatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat." (QS Hud: 114).
Sabda Nabi,

وَأَتْبِعِ السَّـيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا.
"Ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya ia menghapusnya." (HR. at-Tirmidzi).
Berikut ini adalah beberapa contoh kebaikan penghadir ampunan Allah.

Tauhid.
Tauhid adalah kebaikan, bahkan ia adalah dasar kebaikan. Segala kebaikan dunia dan Akhirat merupakan buah dari tauhid, di samping itu ia adalah penyebab diraihnya ampunan Allah Ta’ala.
Dalam sebuah hadits qudsi Allah Ta’ala berfirman, artinya:
"Wahai anak Adam, selama kamu berdoa dan berharap kepadaKu niscaya Aku mengampuni dosa-dosamu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai awan di langit, kemudian kamu memohon ampun kepadaku, niscaya Aku meng-ampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya kamu datang kepadaKu dengan membawa dosa sepenuh jagat, kemudian kamu bertemu denganKu dalam keadaan tidak menyekutu-kanKu dengan sesuatu pun, niscaya Aku akan memberimu ampunan sepenuh jagat pula." (HR. at-Tirmidzi).
Di antara kebaikan yang dapat meraih keampunan Allah adalah syahid (gugur sebagai syahid di jalan Allah). Rasulullah bersabda,

يَغْفِـرُ اللّهُ لِلشَّهِيْدِ كُلَّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ.
"Allah mengampuni seluruh dosa orang yang mati syahid, kecuali hutang." (HR. Muslim).
Hutang dikecualikan karena perkaranya di antara sesama manusia, dan perkara yang demikian dikembalikan kepada pemilik hak.
Di antara kebaikan yang dapat meraih ampunan Allah adalah berangkat ke masjid untuk menunaikan shalat fardhu berjamaah setelah sebelumnya bewudhu di rumah dengan sempurna.
Rasulullah saw bersabda,

مَنْ تَوَضَّـأَ لِلصَّلَاةِ فَأَسْبَغَ الْوُضُوْءَ ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّلَاةِ الْمَكْتُوْبَةِ فَصَلاَّهَا مَعَ النَّاسِ أَوْ مَعَ الْجَمَاعَةِ أَوْ فِي الْمَسْجِدِ غَـفَـرَ اللّهُ ذُنُوْبَهُ.
"Barangsiapa berwudhu untuk shalat, dia menyempurnakan wudhu-nya, kemudian dia berjalan menuju shalat fardhu, lalu dia melaksa-nakannya bersama kaum muslimin atau dengan berjamaah atau di masjid, niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya." (HR. Muslim).
Kebaikan-kebaikan yang dapat meraih ampunan Allah tidak terbatas pada ketiga perkara di atas. Agama kita kaya dengan kebaikan-kebaikan untuk mendapatkan keampunan dari Allah SWT.
Cara meraih keampunan Allah yang ketiga adalah menjauhi dosa-dosa besar. Dosa besar adalah semua dosa yang diancam hukuman had di dunia atau mengundang murka dan laknat Allah atau diancam dengan azab akhirat. Apabila dosa dengan kriteria seperti ini dihindari, maka hal itu menjadi penyebab memperoleh keampunan dari Allah. Firman Allah Ta’ala, artinya;
"Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (Surga)." (QS An-Nisa’: 31).
Rasulullah SAW bersabda,

اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ.
"Shalat lima waktu, Jum'at ke Jum'at, Ramadhan ke Ramadhan adalah pelebur dosa di antaranya selama dosa-dosa besar dihindari." (HR. Muslim).
Cara keempat untuk meraih keampunan Allah adalah istighfar, memohon ampun kepada Allah. Istighfar sangat efektif dalam menangkal azab Allah. Firman Allah Ta’ala,

"Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun." (QS Al-Anfal: 33).
Oleh karena itu, para Nabi mengajak kaumnya kepada istighfar. Salah satunya adalah Nabi Nuh a.s. Nuh berkata,

"Maka aku katakan kepada mereka, 'Mohonlah ampun kepada Rabb-mu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun'." (QS Nuh: 10).
Juga Nabi Shalih, dia mengajak kaumnya kepada istighfar. Allah Ta’ala berfirman tentangnya,

"Hendaklah kamu meminta ampun kepada Allah agar kamu menda-pat rahmat." (QS An-Naml: 46).
Rasulullah sendiri bahkan beristighfar seratus kali dalam sehari, meskipun beliau telah meraih jaminan ampunan Allah atas dosa-dosa yang lalu dan yang akan datang. Beliau bersabda,

وَإِنِّيْ لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ.
"Sesungguhnya aku benar-benar beristighfar kepada Allah seratus kali dalam satu hari." (HR. Muslim).
Jika Rasulullah yang telah dijamin mendapat keampunan dari Allah tetap beristighfar dalam hitungan di atas, lantas bagaimana dengan kita yang tidak mendapatkan jaminan tersebut?
Hendaknya kita semua berusaha sungguh-sunggguh meraih keampunan Allah demi diri kita. Ampunan Allah adalah lebih baik daripada dunia dan segala isinya. Firman Allah artinya:
"Dan sungguh kalau kamu gugur di jalan Allah atau meninggal, tentulah ampunan Allah dan rahmatNya lebih baik (bagimu) dari harta rampasan yang mereka kumpulkan." (QS Ali Imran: 157).
Semoga bermanfaat untuk diri kita semua dan ummat Islam pada umumnya dalam rangka memasuki bulan-bulan suci penuh keberkahan ini. (Izka-Abu Razi)

LUASNYA NERAKA

Luasnya Neraka

"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan dari keterangan-keterangan dan petunjuk hidayat, sesudah Kami terangkannya kepada manusia di dalam Kitab Suci, mereka itu dilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh sekalian makhluk.” (QS Al-Baqarah 159)

Yazid Arraqqasyi dari Anas bin Malik ra. berkata: Jibril datang kepada Nabi SAW pada waktu yang ia tidak biasa datang dalam keadaan berubah mukanya, maka ditanya oleh Nabi SAW : “Mengapa aku melihat kau berubah muka?”
Jawabnya: “Ya Muhammad, aku datang kepadamu di saat Allah menyuruh supaya dikobarkan penyalaan api neraka, maka tidak layak bagi orang yg mengetahui bahwa neraka Jahannam itu benar, dan siksa kubur itu benar, dan siksa Allah itu terbesar untuk bersuka-suka sebelum ia merasa aman dari padanya.”
Lalu Nabi SAW bersabda: ”Ya Jibrail, jelaskan padaku sifat Jahannam itu.”

Jawabnya: '”Ya, Ketika Allah menjadikan Jahannam, maka dinyalakan selama seribu tahun, sehingga merah, kemudian dilanjutkan seribu tahun sehingga putih, kemudian seribu tahun sehingga hitam, maka ia hitam gelap, tidak pernah padam nyala dan baranya.
Demi Allah yang mengutus engkau dengan hak, andaikan terbuka sebesar lubang jarum niscaya akan dapat membakar penduduk dunia semuanya karena panasnya.
Demi Allah yang mengutus engkau dengan hak, andaikan satu baju ahli neraka itu digantung di antara langit dan bumi, niscaya akan mati penduduk bumi karena panasnya.
Demi Allah yang mengutus engkau dengan hak, andaikan satu pergelangan dari rantai yang disebut dalam Al-Quran itu diletakkan di atas bukit, niscaya akan cair sampai ke bawah bumi yang ke tujuh.
Demi Allah yang mengutus engkau dengan hak, andaikan seorang di ujung barat tersiksa, niscaya akan terbakar orang-orang yang di ujung timur karena sangat panasnya, Jahannam itu sangat dalam dan perhiasannya besi dan minumannya air panas campur nanah dan pakaiannya potongan-potongan api. Api neraka itu ada tujuh pintu, tiap-tiap pintu ada bagiannya yang tertentu dari orang laki-laki dan perempuan.”
Nabi SAW bertanya: ”Apakah pintu-pintunya bagaikan pintu-pintu rumah kami?”
Jawabnya: ”Tidak, tetapi selalu terbuka, setengahnya di bawah dari lainnya, dari pintu ke pintu jarak perjalanan 70,000 tahun, tiap pintu lebih panas dari yang lain 70 kali ganda (yg lebih bawah lebih panas)”.
Tanya Rasulullah SAW : ”Siapakah penghuni masing-masing pintu?”
Jawab Jibril : ”Pintu yang terbawah untuk orang-orang munafik, dan orang-orang yang kafir setelah diturunkan hidangan mukjizat Nabi Isa AS. serta keluarga Fir'aun namanya Al-Hawiyah.
Pintu kedua tempat orang-orang Musyrikin bernama Jahim,
Pintu ketiga tempat orang Shobi'in bernama Saqar.
Pintu ke empat tempat Iblis dan pengikutnya dari kaum majusi bernama Ladha,
Pintu kelima orang Yahudi bernama Huthomah.
Pintu ke enam tempat orang Nasara bernama Sa'eir.'
Kemudian Jibril diam sejenak, segan kepada Rasulullah SAW, sehingga ditanya: ”Mengapa tidak kau terangkan penduduk pintu ke tujuh?”
Jawabnya: ”Di dalamnya orang-orang yang berdosa besar dari ummatmu yang sampai mati belum sempat bertaubat.”
Maka Nabi SAW jatuh pingsan ketika mendengar keterangan itu, sehingga Jibril meletakkan kepala Nabi SAW di pangkuannya sehingga sadar kembali dan sesudah sadar Nabi SAW bersabda: ”Ya Jibril, sungguh besar kerisauanku dan amat sangat kesedihanku, apakah ada seorang dari ummat ku yang akan masuk ke dalam neraka?”
Jawabnya: ”Ya, yaitu orang yang berdosa besar dari ummatmu.”
Kemudian Nabi SAW menangis, Jibril juga menangis, kemudian Nabi SAW masuk ke dalam rumahnya dan tidak keluar kecuali untuk shalat kemudian kembali dan tidak berbicara dengan orang dan bila shalat selalu menangis dan minta kepada Allah.
Hadith Qudsi: Bagaimana kamu masih boleh melakukan maksiat sedangkan kamu tak dapat bertahan dengan panasnya terik matahariKu.
Tahukah kamu bahwa neraka jahanamKu itu:
1. Neraka Jahanam itu mempunyai 7 tingkat
2. Setiap tingkat mempunyai 70,000 daerah
3. Setiap daerah mempunyai 70,000 kampung
4. Setiap kampung mempunyai 70,000 rumah
5. Setiap rumah mempunyai 70,000 bilik
6. Setiap bilik mempunyai 70,000 kotak
7. Setiap kotak mempunyai 70,000 batang pokok zarqum
8. Di bawah setiap pokok zarqum mempunyai 70,000 ekor ular.
9. Di dalam mulut setiap ular yang panjang 70 hasta mengandungi lautan racun yang hitam pekat.
10. Juga di bawah setiap pokok zarqum mempunyai 70,000 rantai
11. Setiap rantai diseret oleh 70,000 malaikat
Mudah-mudahan, hal ini dapat menimbulkan keinsyafan kepada kita semua. Wallahua' lam.

10 orang mayatnya tidak busuk dan hancur
Disebutkan di dalam satu riwayat, bahwasannya apabila para makhluk dibangkitkan dari kubur, mereka semuanya berdiri tegak di kubur masing-masing selama 44 tahun waktu akhirat dalam keadaan tidak makan dan tidak minum, tidak duduk dan tidak berbicara.
Bertanya orang kepada Rasulullah SAW : ”Bagaimana kita dapat mengenali orang-orang mukmin kelak di hari qiamat?”
Rasulullah SAW menjawab: ”Umatku dikenali karena wajah mereka putih disebabkan oleh wudhu’. Bila qiamat datang maka malaikat datang ke kubur orang mukmin sambil membersihkan debu di badan mereka kecauli pada tempat sujud. Bekas sujud tidak dihilangkan.
Maka memanggillah dari zat yang memanggil. Bukanlah debu itu dari debu kubur mereka, akan tetapi debu itu ialah debu keimanan mereka. Oleh karena itu tinggallah debu itu sehingga mereka melalui titian Siratul Mustaqim dan memasuki alam syurga, sehingga setiap orang melihat para mukmin itu mengetahui bahwa mereka adalah pelayan-Ku dan hamba-hamba-Ku.
Disebutkan oleh hadits Rasulullah SAW bahwa sepuluh orang yang mayatnya tidak busuk dan tidak hancur yang kelak akan bangkit dengan tubuh asalnya diwaktu mati adalah:
1. Para Nabi
2. Para Ahli Jihad
3. Para Alim Ulama
4. Para Syuhada
5. Para Hafidz/Penghafal Al Quran
6. Imam atau Pemimpin yang Adil
7. Muadzin
8. Wanita yang mati saat melahirkan
9. Orang mati dibunuh atau dianiaya
10. Orang yang mati di siang hari atau di malam Jum'at jika mereka itu dari kalangan orang yang beriman.
Didalam satu riwayat yang lain dari Jabir bin Abdullah ra., sabda Rasulullah SAW : Apabila datang hari qiyamat dan orang-orang yang berada di dalam kubur dibangkitkan maka Allah SWT memberi wahyu kepada Malaikat Ridhwan: "Wahai Ridhwan, sesungguhnya Aku telah mengeluarkan hamba-hamba Ku berpuasa (Ahli Puasa) dari kubur mereka di dalam keadaan letih dan dahaga. Maka ambillah dan berikan mereka segala makanan yang dimasak dan buah-buahan syurga".
Maka Malaikat Ridhwan menyeru, wahai sekalian kawan-kawan dan semua anak-anak yang belum baligh, lalu mereka semua datang dengan membawa dulang dari Nur dan berhimpun dekat Malaikat Ridhwan bersama dulang yang penuh dengan buah-buahan dan minuman yang lezat dari syurga yang sangat banyak melebihi daun-daun kayu di bumi.
Jika Malaikat Ridhwan berjumpa mukmin maka dia memberi makanan itu kepada mereka sambil mengucap sebagaimana yang difirman oleh Allah SWT di dalam Surah Al-Haqqah :

”Makan dan minumlah dengan enak disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu itu”. (QS Al Haqqah:)
Dari Abdullah bin 'Amr R.A, Rasulullah S.A.W bersabda: Sampaikanlah pesanku biarpun satu ayat!
Ilmu yang bermanfaat ialah salah satu amal yang berkekalan bagi orang yang mengajarnya meskipun dia sudah mati.


Dan (ingatlah) Allah sentiasa mengetahui dengan mendalam akan apa jua yang kamu lakukan. (QS Al-Baqarah : 237)

Untuk renungan dan amalan bersama.
Doa Nabi Yunus

”Bahwa tidak Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim”. (QS Al-Aniya’ 87)
Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim, Lindungilah dan peliharakanlah kami, kedua ibu bapak kami, isteri/suami kami, anak-anak kami, kaum keluarga kami & semua orang Islam dari azab siksa api neraka Mu Ya Allah.
Sesungguhnya kami tidak layak untuk menduduki syurgaMu ya Allah, namun tidak pula kami sanggup untuk ke nerakaMu ya Allah.
Ampunilah dosa-dosa kami, terimalah taubat kami dan terimalah segala ibadah dan amalan kami dengan RahmatMU ya Allah, Amin! (Abu Razi)

PENYAKIT HATI

Penyakit Hati

"Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur`an ataukah hati mereka terkunci." (Muhammad: 24).

Rasulullah SAW bersabda artinya: "Ketahuilah bahwa di dalam tubuh terdapat segumpal darah, apabila ia baik maka seluruh tubuh akan baik, dan apabila rusak maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah ia adalah hati." (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Sesungguhnya perkara hati merupakan perkara yang besar, sehingga Allah menurunkan kitab suciNya untuk memperbaiki hati.
Hal yang menekankan pentingnya memperhatikan hati adalah bahwa Allah menjadikan hati sebagai tempat bagi cahaya dan petunjukNya. Hati adalah tempat ilmu pengetahuan. Melalui hati, manusia dapat mengenal Allah. Dengan hati, manusia mengenal nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya. Dengan hati, manusia dapat menghayati ayat-ayat syar'iyahNya seperti firman Allah pada Surah Muhammad diatas.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa hati manusia apabila terkunci, maka ia tidak akan dapat memperhatikan dan merenungkan ayat-ayatNya.

Dengan hati pula manusia dapat merenungkan ayat-ayat kauniyah, yaitu ciptaan Allah yang ada di jagad raya ini dan yang ada di dalam jiwa. Allah Ta’ala berfirman artinya:
"Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada." (Al-Hajj: 46).
Melalui ayat ini, Allah menjelaskan bahwa yang menjadi sandaran di dalam mengambil pelajaran terhadap ayat-ayat kauniyah Allah dalam jagat raya dan dalam jiwa adalah kecerdasan dan kesadaran hati.
Dan hal lain yang menekankan pentingnya menjaga hati adalah bahwa hati merupakan kendaraan yang digunakan seseorang untuk dapat menempuh perjalanan menuju akhirat.
Faktor penyebab lain yang menekankan pentingnya menjaga hati adalah bahwa salah satu sifat hati yang utama adalah mudah berbalik dan suka berubah. Hati sangat mudah berubah, gampang berbuat, dan tidak menentu. Rasulullah SAW bersabda, artinya:
"Sungguh, hati anak Adam itu sangat (mudah) berbolak-balik dari-pada bejana apabila ia telah penuh dalam keadaan mendidih." (HR. Ahmad).

BEBERAPA PENYAKIT HATI
Syirik
Syirik adalah menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain. Orang yang syirik adalah orang yang bergantung kepada selain Allah. Bergantung kepada selain Allah adalah perusak hati yang paling besar. Tidak ada perusak yang lebih berbahaya daripada perusak hati ini. Karena bila seseorang bergantung kepada selain Allah, maka Allah Ta’ala akan mewakilkan urusannya kepada sesuatu yang menjadi tempat dia bergantung tersebut, dan Allah menghinakannya karena tindakannya tergantung kepada selainNya itu. Dia telah kehilangan kesempatan memperoleh tujuannya dari Allah Ta’ala karena dia telah bergantung kepada selain Allah. Allah Ta’ala berfirman, artinya:
"Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka. Sekali-kali tidak. Kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka." (Maryam: 81-82).
Maka orang yang paling terlantar adalah orang yang bergantung kepada selain Allah, karena sesuatu yang hilang darinya berupa kemaslahatan, kebahagiaan dan kesenangannya adalah lebih besar daripada sesuatu yang dia dapatkan dari ketergantungannya kepada selain Allah. Bahkan sesuatu yang dia dapatkan itu pun nampak akan hilang dan punah.
Secara global, pondasi dan kaidah dasar kemusyrikan yang di atasnya dibangun sesuatu adalah sikap bergantung kepada selain Allah, dan orang yang melakukannya mendapatkan celaan dan keterlantaran, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, artinya:
"Janganlah kamu adakan tuhan yang lain di samping Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah)." (Al-Isra`: 22).

Mengikuti Nafsu dan Melakukan Dosa
Syahwat dan dosa merupakan penyebab kedua kerusakan hati. Allah Ta’ala berfirman, artinya:
"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasar-kan ilmuNya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" (Al-Jatsiyah: 23).
Semua dosa, baik yang besar maupun yang kecil itu merusak hati dan mengeruhkan kebersihannya. Oleh karena itu, Allah memerintahkan agar semua dosa ditinggalkan. Maka setiap orang yang beriman wajib meninggalkan dosa yang lahir maupun yang batin, apalagi dosa-dosa hati sangat berbahaya. Di antara dosa hati yang tersembunyi adalah riya' yang dapat merusak amal, yang bisa menjadikan amal bagai abu yang bertebaran, dan dengki yang dapat menghapus pahala-pahala kebajikan dan memperbanyak dosa.

Pergaulan yang tidak baik
Pengaruh-pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh terlalu banyak bergaul dengan orang-orang yang tidak baik adalah penuhnya hati oleh asap nafas manusia hingga ia menjadi hitam, menyebabkannya terpecah-belah dan bercerai-berai, gundah gulana dan tertekan, karena menanggung beban yang tidak mampu ditanggungnya berupa pengaruh pergaulan yang buruk, kelalaiannya dari memperhatikan dirinya sendiri, terlalu sibuk dengan permasaahan mereka, dan pikirannya dipengaruhi mereka.
Betapa banyak akibat yang ditimbulkan oleh terlalu banyak bergaul dengan orang-orang yang tidak karuan, seperti turunnya hukuman. Allah menurunkan ujian, dan membatalkan anugerah, dan ia menjerumuskan ke dalam bahaya yang besar.
Sifat dan perangai terlalu banyak bergaul karena kecintaannya terhadap dunia untuk melampiaskan keinginan individu terhadap lainnya, kemudian orang yang terlalu banyak bergaul akan menyesal, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, artinya:
"Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zhalim menggigit dua tangannya, seraya berkata, 'Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.' Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkanku dari al-Qur`an ketika al-Qur`an itu telah datang kepadaku." (Al-Furqan: 27-29).
Itulah kondisi semua orang yang berserikat dalam suatu tujuan. Mereka saling menyayangi selama saling tolong menolong dalam usaha mencapainya. Bila tujuan itu tidak tercapai maka timbullah penyesalan, kesedihan, dan rasa sakit. Akhirnya cinta itupun berbalik menjadi kebencian, satu sama lain saling melaknat dan menyakiti, sehingga tujuan itupun berubah menjadi kesedihan dan siksaan. Jadi setiap orang yang saling tolong-menolong dan menyayangi dalam kebatilan pasti akan beralih menjadi permusuhan dan kebencian.

Terlalu banyak berkhayal
Perusak hati selanjutnya adalah, 'terlalu banyak berangan-angan' yang menjadi bencana bagi seorang manusia. Sebagaimana dinyatakan bahwa berangan-angan adalah modal bagi orang yang bangkrut, dan kendaraan menuju janji-janji syetan berupa khayalan-khayalan yang mustahil.
Kemauan yang tinggi dan cita-cita yang mulia meletakkan harapannya pada ilmu, iman, dan amal yang mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’ala, sdangkan angan-angan bagi mereka adalah tipu daya dan kebohongan.
Rasulullah SAW memuji orang yang berharap akan kebaikan, bahkan dalam beberapa hal Rasulullah SAW menjanjikan pahala baginya seperti orang yang melakukan kebaikan tersebut. Seperti bila ada orang yang berharap begini, "Bila aku memiliki harta, maka aku akan beramal seperti Fulan, yang mengamalkan hartanya karena takwa kepada Tuhannya. Dia menjalin silaturahim dengannya dan mengeluarkan hak fakir miskin darinya." Rasulullah SAW menyatakan, artinya: ”Kedua orang tersebut sama pahalanya." (HR. Ibnu Majah).

Terlalu Kenyang
Perkara perusak hati berikutnya adalah makanan. Perusak hati dari makanan ada dua macam: Pertama, sesuatu yang merusak dari dirinya sendiri dan dzatnya sendiri, yaitu perkara-perkara yang diharamkan. Yang pertama ini juga terbagi dua: Perkara yang haram karena hak Allah Ta’ala, seperti bangkai dan darah, daging babi, hewan buas yang memiliki taring, burung yang memiliki cakar. Dan ada perkara yang diharamkan karena hak hamba, seperti harta curian, harta dari hasil ghasab (perampokan), dan harta rampasan serta harta yang diambil dari pemiliknya tanpa keridhaan, baik dengan kekuatan atau dengan cara yang tercela. Kedua, sesuatu yang merusak diri seseorang karena melebihi kadar dan batasnya, seperti berlebihan dalam perkara yang halal, terlalu kenyang, yang menyebabkan seseorang tidak bersemangat dalam beribadah, dan dia sibuk dengan urusan perut.
Bila dia terlalu banyak makan, maka dia akan sibuk dengan urusan untuk menjaga kesehatan dan mengurangi lemak dan kolesterol, menderita karena terlalu gemuk, dan kekuatan syahwat lebih dominan. Syetan pun menjalar di dalamnya karena dia menjalar lewat darah manusia. Maka puasa dapat menyempitkan penyebarannya dan menutup jalannya. Sedangkan kondisi kenyang menjadikan syetan leluasa dan lebih luas bergerak. Siapa yang makan banyak, minum banyak, maka dia banyak tidur, sehingga merugi sangat banyak. Dalam hadits yang masyhur disebutkan, artinya:
"Tidak ada yang dipenuhi oleh anak Adam yang lebih buruk dari-pada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap makanan yang menguatkan otot-ototnya, namun bila dia harus memakan makanan yang banyak, maka hendaklah dia mengatur sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk nafas-(nya)." (HR. at-Tirmidzi).
Bila seorang muslim terjerumus dalam 'terlalu banyak makan', maka dia pun tidak akan selamat dari bencana 'terlalu banyak tidur'.

Terlalu Banyak Tidur
Sesungguhnya 'terlalu banyak tidur' adalah termasuk perusak hati karena ia bisa mematikannya, memberatkan badan, menyia-nyiakan waktu, mewariskan banyak kealfaan, kelalaian, dan kemalasan. Di antara 'perkara terlalu banyak tidur' ini ada yang tergolong sangat dibenci, dan ada yang berbahaya dan tidak bermanfaat bagi jasmani.
Tidur yang paling bermanfaat adalah tidur pada saat sangat dibutuhkan oleh tubuh. Tidur di awal malam adalah lebih terpuji dan lebih bermanfaat daripada tidur di akhir malam. Tidur di tengah hari lebih bermanfaat daripada tidur di salah satu ujungnya. Tidur di salah satu ujung siang hari, manfaatnya semakin berkurang dan bahayanya semakin besar, apalagi tidur di waktu Ashar, dan tidur sehabis Subuh.
Tidur yang makruh adalah tidur antara sesudah shalat Suubuh hingga terbit matahari, karena waktu ini adalah waktu yang sangat menguntungkan (untuk mengumpulkan rizki). Berjalan-jalan setelah Subuh memiliki keistimewaan yang sangat besar. Bahkan bila orang berjalan sepanjang malam, tidak akan sama dengan 'berjalan-jalan' sehabis subuh hingga matahari terbit, karena ia adalah awal siang dan pembukanya, waktu turunnya rizki dan terbukanya keberkahan. Dari waktu inilah, siang beranjak dan sebaiknya 'tidur di pagi hari' tidaklah dilakukan kecuali karena terpaksa.
Secara umum, tidur yang paling seimbang dan bermanfaat adalah tidur di pertengahan awal malam, sampai lewat tengah malam selama delapan jam. Inilah tidur yang paling baik menurut ilmu kesehatan.

OBAT PENAWAR HATI
Obat hati yang pertama adalah al-Qur`an al-Karim. Allah Ta’ala berfirman, artinya:
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman." (Yunus: 57).
Al-Qur`an adalah pelajaran yang paling menyentuh hati bagi orang-orang yang berakal atau mau mendengar. Al-Qur`an merupakan obat yang paling mujarab bagi penyakit-penyakit yang ada di dalam dada dan hati. Al-Qur`an mengandung penawar bagi penyakit syahwat, syubhat, dan lalai.
Ibnul Qayyim pernah berkata, "Inti penyakit hati adalah penyakit syubhat dan nafsu syahwat.” Sedangkan al-Qur`an adalah penawar bagi kedua penyakit itu, karena di dalamnya terdapat penjelasan-penjelasan yang qath'i yang membedakan yang haq dan yang batil, sehingga penyakit syubhat akan hilang. Adapun al-Qur`an memberikan penawar terhadap penyakit nafsu syahwat, karena di dalam al-Qur`an terdapat hikmah, nasihat yang baik, mengajak zuhud terhadap dunia, dan mengutamakan kehidupan akhirat.
Pertama, di antara hal penting bagi setiap orang yang ingin memperbaiki hatinya adalah mengetahui bahwa cara berobat dengan al-Qur`an itu tidak bisa hanya sekedar dengan membaca al-Qur`an, melainkan harus memahami dan mengambil pelajaran dari berita-berita yang terkandung di dalamnya dan mematuhi hukum-hukumnya.
Obat kedua adalah cinta kepada Allah. Cinta kepada Allah merupakan terapi yang paling mujarab bagi hati. Apalagi cinta itu merupakan akar ibadah dan pengabdian. Allah Ta’laa berfirman, artinya:
"Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapan orang-orang yang beriman, mereka amat sangat cinta kepada Allah." (Al-Baqarah: 165).
Ketiga, selalu mengingat Allah Ta’ala dalam setiap keadaan, dengan lisan, hati, dan perbuatan. Jadi, bagian yang diperolehnya dari cinta adalah sesuai dengan kadar dzikirnya.
Keempat, mengutamakan cinta Allah Ta’ala kepada sesuatu daripada cinta diri sendiri kepada sesuatu yang lain yang didominasi oleh hawa nafsu, dan berusaha mencapai cinta kepada apa yang dicintai oleh Allah Ta’ala walaupun jalur menuju ke sana sangat sulit.
Kelima, menelaah asma’ dan sifat Allah Ta’ala dengan hati, mempersaksikannya, dan mengenalnya. Hati terus-menerus menelaah hal itu di dalam medan olah makrifah ini. Maka barangsiapa yang mengenal Allah Ta’ala dengan nama-namaNya dan sifat-sifatNya serta perbuatan-perbuatanNya, maka dia pasti mencintaiNya.
Keenam, menyaksikan kebaikan, ihsan, dan tanda kekuasaan Allah Ta’ala, serta nikmat-nikmatNya yang lahiriyah ataupun batiniyah. Karena semua itu membangkitkan cinta kepada Allah Ta’ala.
Ketujuh, yaitu bermunajat kepadaNya, membaca kitabNya, menghadirkan hati di hadapanNya, beradab dengan adab ibadah dan penghambaan di hadapan Allah Ta’ala, kemudian diakhiri dengan beristighfar dan bertaubat.
Kedelapan, bergaul dengan orang-orang yang mencintai Allah Ta’ala dan orang-orang yang jujur, kemudian memetik buah perkataan mereka yang terbaik. Dan Anda tidak berbicara melainkan bila pembicaraan itu memiliki kemaslahatan, dan Anda mengetahui pasti bahwa pernyataan Anda menambah kebaikan kondisi Anda dan manfaat bagi orang lain.
Uraian di atas telah menjelaskan secara mudah bahwa ibadah hati adalah fundamen utama yang mana semua bentuk ibadah ditegakkan di atasnya. Maka dari itu, kebaikan jasad sangat tergantung kepada kebaikan hati. Apabila hati baik dengan ketakwaan dan iman, maka seluruh jasad menjadi baik untuk me-lakukan ketaatan dan kepatuhan.
Jadi, iman seseorang tidak akan lurus dan tidak akan baik kecuali jika hatinya lurus dan baik. Allah menjelaskan bahwa keselamatan di hari kiamat kelak sangat tergantung kepada keselamatan, kebersihan, dan kebaikan hati. Allah Ta’ala berfirman,

"Pada hari di mana harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." (Asy-Syu'ara`: 88-89).
Dan Rasulullah SAW berdoa,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ
"Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku berpegang teguh pada agamaMu." (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Akhirnya, marilah kita berdoa kepada Allah Ta’ala, agar menjadikan kita termasuk hamba-hambaNya yang mempunyai hati yang selamat.(Luqman Hakim, M.HI/Abu Razi.)

LAILATULQADAR

Lailatul Qadar

”Sesungguhnya Kami (Allah) menurunkan Al-Qur’an pada malam kepastian (lailatul qadar). Dan Tahukah kamu, apakah lailatul qadar itu? Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Malaikat turun di malam itu dengan segala keputusan dengan izin Tuhan mereka. Selamat sejahtera malam itu sampai terbit fajar” (QS Al-Qadar 1-5)


P E R S E R O A N T E R B A T A S
----
Kantor Pusat: Jl. Raya Kapas Panji Km3 Bukittinggi
Telp: (0752) 31313 – 33877 Fax.: (0752) 624817
Kantor Cabang: Jl. Raya Imam Bonjol
Padang Panjang No. 230 Telp./Fax: (0752) 484183
Merajut Laba Menepis Riba,
Maju Bersama Dengan Ke Redhaan Allah

PENGHIMPUNAN DANA :
Tabungan Andalas, Tabungan Qurban, Tabungan Haji, Tabungan Siswa, Tabungan Usaha,
Deposito Mudharabah (1- 12 Bulan)
PENYALURAN DANA :
Pembayaran Murabahah, Musyarakah, Mudharabah, Kebajikan.

-----

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadis dari Siti ‘Aisyah R.a. bahwa Nabi SAW telah berkata :
تَحَرَّوا لَيْلَةَ القَدْرِ فِى الوِتْرِ فِى العَشْرِ الأوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ – رواه البخارى ومسلم
“Carilah lailatul qadar pada malam ganjil dari sepuluh terakhir Ramadhan”. (HR Bukhari Muslim)
Imam Bukhari menyebutkan pula hadis dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah berkata :
إِلْتَمِسُوا لَيْلَةَ القَدْرِ فى العشْرِ الأواخِرِ مِنْ رَمَضَانِ فى تاسِعِهِ تَبْقَى فِى سَابِعِهِ ِتَبَْقَى فى خَامِسِهِ تَبْقَى – رواه البخاري
“Carilah lailatul qadar pada sepuluh hari terakhir Ramadhan yaitu pada malam 21, malam 23 dan malam 25” (HR Bukhari)
Rasulullah berkata:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَاتَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَاتَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ – رواه البخاري
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan ikhlas (karena Allah), maka akan diampuni dosanya yang telah lalu. Dan barangsiapa yang melakukan ibadah pada malam lailatul qadar dengan iman dan ikhlas (karena Allah) akan diampuni dosanya yang terdahulu”. (HR Bukhari)
Berdasarkan ayat 1-5 surah Al Qadar dan hadis diatas mengenai kebesaran dan keagungan lailatul qadar dapat kita ambil manfaat dan mengamalkannya dalam bulan Ramadhan yang datang hanya sekali dalam setahun.
Jika pada tahun ini kita dapat bertemu dengan bulan Ramadhan belum tentu kita akan dapat bertemu dengan pada tahun-tahun berikutnya.
Para ulama menjelaskan bahwa penyebutan malam itu dengan lailatul qadar, karena pada malam itu para malaikat menuliskan tentang takdir rezeki dan ajal manusia dalam tahun itu.
Penamaan malam itu dengan lailatul qadar disebabkan kemuliaan dan keagungan malam itu. Ada pula ulama yang berpendapat bahwa malam itu disebut lailatul qadar karena amal saleh pada malam itu mempunyai kadar nilai tersendiri di sisi Allah, yaitu diterimanya amal saleh oleh Allah SWT.
Adapun pendapat yang masyhur dari ulama fiqh bahwa lailatul kadar itu jatuh pada malam 27 Ramadhan.
Hadis diatas merupakan perintah untuk melakukan ijtihad serta mencermati tanda dan petunjuk tentang lailatul qadar yang diberikan Allah SWT. Pernytaan ini ditujukan kepada mereka yang mempunyai hati yang bersih dari debu maksiat, bebas dari dosa dan tidak terpengaruh oleh godaan dunia. Sebab merekalah orang-orang yang memungkinkan untuk mencermati dan mengetahui lailatul qadar, bukan mereka yang mempunyai hati tertutup dengan kesenangan duniawi dan bergelimang dosa.
Dalam sebuah diriwayatkan bahwa Husen bin Fadhal ditanya: ”Bukankah Allah itu telah menetapkan telah menetapkan semua keputusan sebelum Allah menciptakan langit dan bumi? Dia menjawab:”Ya, benar”. Maka ditanyakan lagi:”Lalu apa arti malam kepastian (lailatul qdar) itu? Dia menjawab: ”Pengaturan tentang keputusan beberapa waktu dan pelaksanaan keputusan yang telah ditentukan itu.”
Adapun diantara tanda-tanda lailatul qadar, Hasan Basri berkata: ”Sesungguhnya lailatul qadar itu malam yang cuacanya bersih, tidak panas dan tidak dingin dan pada pagi harinya matahari terbit tanpa sinar yang kuat (redup)”.
Dalam kitab Syarah (Uraian) Sahih Muslim disebutkan, bahwa keluarnya matahari dengan tanpa sinar itu karena banyaknya malaikat yang naik turun ke bumi. Ketika habis malam, mereka itu naik ke langit secara berombongan hingga sayap dan jasad malaikat yang halus itu menghalangi sinar matahari ketika terbit.
Al-Baghawi menyebutkan riwayat dari Ibnu Abbas tentang sebab turunya ayat Allah SWT, ”Lailatul Qadri khairun min alfu syahr;Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan”.Yaitu diceritakan kepada Rasulullah SAW kisah seorang dari Bani Israel yang memanggul senjata (berperang) di jalan Allah selama seribu bulan. Maka Rasulullah terheran-heran dan berharap hal itu bisa dilakukan umatnya. Lalu beliau berdo’a:”Ya Rabbi, Engkau jadikan umatku umat yang terpendek usianya dan paling sedikit amalnya”. Maka Allah memberikan kepada Nabi Muhammad lailatul qadar dengan firman-Nya: ”Lailatul Qadri khairun min alfu syahr”. Maksudnya, lailatul qadar itu lebih baik bagimu dan umatmu sampai hari kiamat dari seribu bulan yang mana seorang Bani Israel memanggul senjata berperang di jalan Allah.
Para ahli Tafsir menjelaskan:”Arti ayat ini adalah, bahwa amal saleh pada malam qadar itu lebih baik dari amal seribu bulan diluar malam lailatul qadar”.
Adapun ayat-Nya:”Pada malam lailatul qadar itu malaikat dan Jibril turun dengan izin Tuhan mereka dengan membawa kebaikan dan keberkahan serta keselamatan”. Dijelaskan oleh Imam Atha:”Maksudnya keselamatan terhadap kesayangan Allah dan orang-orang yang taat kepada-Nya”.
Pada malam itu para malaikat menyampaikan salam sejahtera kepada umat Islam yang beribadah mulai terbenam matahari sampai terbit fajar. Ada pula yang mengatakan bahwa malam lailatul qadar itu merupakan malam yang penuh kesejahteraan dan kebaikan tanpa ada keburukan (cacat). Malam itu Allah tidak menentukan sesuatu kecuali hanya kebaikan dan keselamatan, dimana setan tidak bisa melakukan tipu dayanya sampai matahari terbit.

Amal Akhir Ramadhan
Sesungguhnya bulan suci Ramadhan yang dirindukan kini akan segera meninggalkan kita. Menjauh dari keseharian kita. Hendaklah kita melakukan introspeksi diri, apa yang telah kIta lakukan di bulan yang penuh berkah ini? Sudah ikhlaskah kita dalam beribadah pada bulan yang suci ini dengan maksimal?
Marilah kita tanya diri kita, apakah kita telah membawa pahala atau kita meninggalkan bulan Ramadhan dengan tangan hampa tanpa pahala? Atau bahkan sebaliknya kita tinggalkan bulan ini dengan berlumuran dosa?
Barangsiapa yang telah banyak melakukan kebaikan, maka hendaklah dia memuji Allah Ta’ala. Dan berharap agar Allah berkenan menerima amal ibadah yang dia lakukan dan hendaklah dia istiqamah sampai ajal tiba. Sedangkan orang yang lalai, yang telah membiarkan Ramadhan lewat begitu saja tanpa kesungguhan dalam beribadah di dalamnya, maka hendaklah dia bertaubat kepada Allah Ta’ala dengan taubat yang sungguh-sungguh.
Bersegeralah untuk bertaubat sebelum semuanya terlambat! Tutuplah lembaran-lembaran bulan Ramadhan ini dengan kebaikan dan amal saleh. Karena, amalan itu tergantung dengan amalan penutupnya. Perbanyaklah bekal menuju akhirat dengan takwa kepada Allah Ta’ala. Akhirilah bulan yang mulia ini dengan amalan-amalan yang baik. Rasulullah SAW berkata artinya:
“Orang yang cerdas adalah insan yang mengekang nafsunya dan beramal untuk (bekal) setelah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan banyak berangan-angan.” (At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Meski Ramadhan akan segera berlalu, bukan berarti kesempatan beramal sudah habis. Di akhir Ramadhan, masih ada beberapa ibadah yang disyariatkan sebagai penutup amalan seorang hamba yang mulia ini. Di antara syari’at itu adalah:
Istighfar. hendaklah kita memperbanyak istighfar kepada Allah Ta’ala. Istighfar, memohon keampunan menjadi penutup bagi segala amal kebaikan. Rasulullah SAW jika selesai melaksanakan shalat fardhu, beliau beristighfar dalam keadaan menghadap kiblat. Beliau beristighfar tiga kali. Rasulullah SAW juga beristighfar setiap selesai melakukan shalat malam. Allah Ta’ala berfirman menceritakan sifat-sifat kaum mukminin:

“Dan yang memohon ampun di waktu sahur.” (Qs Ali Imran 3/17)
Rasulullah SAW juga mengakhiri hayatnya dengan istighfar. Allah Ta’ala berfirman artinya:
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya.Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (QS an-Nashr 110:1-3)
Hikmah mengakhiri amal dan menutup usia dengan istighfar yaitu berperan untuk menutupi kekurangan serta kesalahan dalam amalan sepanjang usia. Karena manusia tidak akan lepas dari kekurangan dan kesalahan.
Hikmah lainnya, agar seorang muslim tidak tertipu atau silau dengan amal ibadah yang telah dilakukannya. Hendaklah seorang muslim senantiasa menganggap dirinya kurang maksimal dalam menunaikan hak-hak Allah Ta’ala. sekalipun telah banyak amalan yang dia perbuat. Oleh sebab itu, disyariatkan beristighfar, memohon ampunan Allah Ta’ala atas kekurangan ini.
Jika yang melakukan amal saleh saja disyariatkan untuk beristighfar, lalu bagaimana dengan orang yang senantiasa melakukan perbuatan dosa dan maksiat, namun dia enggan beristighfar?
Diantara amal saleh yang bisa dijadikan sebagai penutup bulan yang penuh barakah ini yaitu zakat fithri. Zakat fitrah merupakan syiar Islam dan kewajiban yang agung. Allah Ta’ala mewajibkannya atas seluruh kaum muslimin, baik laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar, merdeka maupun budak. Zakat ini sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin, agar mereka ikut serta merasakan kebahagiaan di hari raya Idul Fitri. Zakat ini diambilkan dari makanan pokok daerah setempat. Allah Ta’ala berfirman:

Yaitu dari makananyang biasa kamu berikan kepada keluargamu.” (Qs al-Maidah/5: 89)
Inilah jenis makanan yang bisa dijadikan sebagai zakat fithrah. Namun jika ada yang menunaikan zakat fithrahnya dengan makanan yang lebih bagus kuwalitasnya daripada yang biasa dia konsumsi, maka itu lebih utama. Sebaliknya, belum dikatakan menunaikan zakat, jika dia menggunakan makanan yang jelek. Allah Ta’ala berfirman artinya:
“Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Qs al-Baqarah 2:267)
Atas dasar itu, hendaklah kita memperhatikan amalan ini. Hendaklah kita menunaikannya sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW janganlah kita menunaikan dengan wujud uang, karena Rasulullah SAW dan para sahabat tidak pernah menunaikannya dengan uang, padahal uang pada saat itu sudah ada. Tunaikanlah perintah ini sebagaimana mestinya agar menjadi amalan yang diterima dan bermanfaat bagi si pelaku. Dan semoga Allah Ta’ala menjadikan kita termasuk orang-orang yang diterima amalannya.
Amalan lain yang disyariatkan oleh Allah Ta’ala di penghujung bulan ini bertakbir, mengagungkan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:

“Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (Qs al-Baqarah/ 2:125
Takbir disyariatkan apabila telah terlihat hilal bulan syawal sampai pelaksanaan shalat ied. Takbir ini dilakukan di masjid-masjid, rumah-rumah dan jalan-jalan sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, guna menyebarkan syiar Islam dan mengagungkan Allah Ta’ala atas segala karunia dan nikmat-Nya.
Itulah beberapa amalan yang Allah Ta’ala syariatkan di akhir bulan yang mulia ini. Semoga menjadi amalan yang dapat kita tunaikan sebelum ajal menjemput. (Abu Razi)

TAQWA MEMPERBAIKI DIRI

Dari Khutbah Idul Fitri 1430 H

Taqwa Untuk Memperbaiki Diri

“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang yang selalu berbuat baik”. (QS An Nahl 128)


Pada hari yang berbahagia ini, marilah lisan kita senantiasa menyanjung Asma Allah Sang Pencipta Yang Maha Agung, yang telah mencurahkan karunia dan nikmatNya tanpa henti. Nikmat Allah menuntut kita untuk selalu bersyukur dan tawadu’. Seruan gema Takbir dan tahmied menuntut kita untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah di manapun berada. Sebaik-baik bekal adalah ketaqwaan yang menghunjam kuat di dalam hati seorang muslim. Allah berfirman, An Nahl 128 :
“Dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa”, karena itu, para jama’ah shalat Idul Fitri, marilah kita tingkatkan ketaqwaan secara lahir maupun batin. Bertaqwalah kepada Allah di manapun dan kapanpun. Pegangi dengan erat keyakinan kita sampai ajal menjemput.
Insan muslim yang sejati, ialah yang selalu mengusung bendera ketaqwaan di sepanjang umurnya dengan pakaian taqwa yang menghiasi kehidupannya. Amal kebaikan dan menjauhi segala maksiat menjadi tradisi dan budayanya sampai ajal menjemputnya.

Musim kebaikan menjadi masa panen baginya, menambahnya antusias dalam menjalankan segala amal saleh sesuai dengan kemampuannya. Jika masanya telah usai, pengaruh positifnya akan membekas sepanjang hidupnya, dan dapat disaksikan orang lain.

“Bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa Allah senantiasa bersama orang-orang yang takwa” (QS Al Baqarah 194)
Taqwa sering diartikan sebagai sikap takut kepada Allah dengan menjaga pikiran, hati, lidah dan tindak-tanduk kita dari semua yang membuat Allah murka. Didalamnya terkandung pengertian takut (الخشية) dan penjagaan (الوِقَاية).
Dari ayat singkat di atas dapat dipahami dengan mudah kenapa Allah sering tidak bersama kita dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara? Sekiranya kita memang orang bertakwa dan bersyukur, sekiranya kita memang mendapatkan manfaat dari puasa dan ibadah yang kita lakukan, tentu kita tidak berada dalam keadaan seperti sekarang, seperti ditinggalkan oleh Allah dan di temani oleh setan. Boleh jadi kita lupa bahwa setan itu adalah musuh manusia yang nyata yang harus dan tetap dipandang sebagai musuh.
إنَّ الشَّيطانَ لكم عدُوٌّ فاتّخِذُووهُ عَدُوًّا
Allah adalah pemimpin tertinggi kita yang harus selalu dijadikan pemimpin.
Masih segar dalam ingatan, betapa besarnya kerinduan hati kita untuk dapat menjumpai bulan suci Ramadhan. Kapankah engkau datang lagi? Kita pun berharap cemas, apakah akan dikaruniai umur panjang sehingga mampu mereguk pancaran berkah dan pesona sucinya? Do’a senantiasa menghiasi bibir kaum muslimin, demi menggapai tebaran ampunan dan rahmat yang dijanjikan di dalamnya. Segala persiapan rohani dan jasmani diintensifkan untuk menyongsong tamu agung, supaya dapat mendayagunakan detik demi detiknya yang berharga dalam ketaatan.
Sekarang, ternyata bulan yang telah ditunggu sudah melambaikan tangan perpisahannya kepada umat Islam dengan segala ragam amalannya. Detik-detiknya yang bernilai telah pergi tanpa toleransi. Ia akan menjadi saksi yang baik atau penggugat yang menyulitkan. Demikianlah, perjumpaan selalu harus diakhiri dengan perpisahan. Sejuta macam rasa menyelimuti dada setiap insani yang mengaku beragama Islam.
Tidakkah kita meneladani para generasi dahulu yang akan hancur perasaannya, sedih, terisak menangis saat berpisah dengan ramadhan? Hati mereka didera rasa takut dan pengharapan. Bisikan lirih mereka, semoga Allah menerima amal saleh kami, mengampuni dosa dan kesalahan kami, membebaskan kami dari jeratan siksa neraka, dan senantiasa menaungi kami dengan taufik dan hidayahNya di masa depan. Ya, Allah Yang Maha Pengasih, jadikanlah kami orang-orang yang ikhlas dalam beribadah kepadaMu. Dan terimalah amalan kami. Sesungguhnya Engkau Maha mengabul-kan permohonan.
Para generasi salaf sangat khawatir jika amalan mereka sia-sia, tidak bernilai di sisi Allah Ta’ala. karena itu, mereka selalu meningkatkan frekuensi do’a pada bulan suci, dengan harapan jerih payah mereka diterima Allah. Allah berfirman artinya:
“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka, (QS Al-Mukminun: 60)
Aisyah pernah menanyakan, siapakah yang dimaksud dalam ayat tersebut? Apakah mereka orang yang berbuat zina, mencuri dan menenggak minuman keras? Rasulullah menjawab:
“Bukan demikian, wahai putri Abu Bakar. Mereka adalah orang yang mengerjakan shalat, berpuasa, dan bersedekah dan merasa khawatir amalan mereka tidak diterima oleh Allah. (Ibnu Majah dan Ahmad). Sementara Allah berfirman artinya:
“Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertaqwa. (QS Al Maidah: 27)
Secara cerdas, kita seyogyanya menimbang dan menganalisa aspek keuntungan atau kerugian yang telah raup selama bulan Ramadhan. Yang utama ialah istiqamah (kontinuitas) amalan shaleh yang dikerjakan selama Ramadhan.
Barangsiapa kondisinya setelah bulan suci Ramadhan menjadi lebih baik dari sebelumnya, dengan antusias terhadap kebaikan, menjaga shalat jama’ah di masjid, selalu rajin bertaubat dan istiqamah serta jauh dari maksiat, maka demikian ini insya Allah menjadi indikator amalan shalehnya di bulan suci Ramadhan diterima.
Adapun orang yang tidak mengalami perubahan signifikan menuju keadaan yang lebih baik, meskipun ia terlihat semangat dalam bulan Ramadhan, namun akan mudah terkoyak oleh maksiat di kemudian hari, alergi terhadap kebaikan, menyia-nyiakan shalat, tidak menjaga pendengaran, penglihatan dan anggota tubuhnya dari perkara haram.
Yang lebih memprihatinkan lagi jika ada yang grafik amalan-amalan buruknya meningkat, lebih carut-marut dari sebelumnya, semakin tidak respek terhadap kebaikan. Aktifitasnya tidak berdaya guna bagi dunia maupun akhiratnya, nihil, nol besar. Orang yang baik, ia musuhi, bahkan berusaha mematahkan dan melecehkan semangat dan menutup kran kebaikan plus membuka lebar-lebar pintu keburukan. Na’udzu billah mindzalik. Ya, Allah Yang Maha Pengampun, ampunilah keteledoran mereka, bukalah mata hati mereka untuk menerima cahaya wahyuMu, karuniailah mereka taubat sebelum ajal menjemputnya.
Sangat aneh kalau ada orang yang mengenal kebaikan hanya di bulan Ramadhan saja. Ketika usai perhelatannya, maka itu menjadi batas akhir kebaikannya. Sebagian ulama terdahulu pernah ditanya tentang sekelompok orang yang hanya beribadah di bulan Ramadhan saja, dan serta merta akan meninggalkannya usai Ramadhan. Maka ia berkomentar: “Mereka adalah termasuk manusia yang buruk, tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan saja?!”

“Dan apabila kamu menyeru mereka untuk mengerjakan shalat, mereka menjadikannya ejekan dan mainan, demikian itu karena mereka termasuk kaum yang tidak mau mempergunakan akal”. (QS Al Maidah 58)
Bertakwalah, wahai hamba-hamba Allah! Apakah kebaikan dikenal hanya di bulan Ramadhan saja? Mengapa kita malas berbuat baik, menegakkan shalat jama’ah, gemar membaca al-Qur`an, memperbanyak dzikir, mengerjakan shalat malam, berpuasa, mengenakan busana muslim hanya di bulan suci saja? Mengapa kita melupakan Allah setelah Ramadhan? Mengapa melupakan jati diri kita sebagai Muslim yang taat pada Ramadhan? Bukankah kita lebih menyukai mendapatkan hidayat dari pada tersesat? Bukankah kita mendambakan kebahagiaan dunia dan akhirat? Bukankah ketaatan harus kita lakukan, dan maksiat harus kita jauhi setiap saat? Mengapa terjadi diskriminasi ini? Bukankan kita merindukan surga? Bukankah kita tak ingin tercampakkan di neraka yang hina? Kita memang sering menipu diri sendiri. Sungguh suatu tindak kesalahan yang fatal, jika seseorang rela larut dalam degradasi moral dengan maksiat dan kejahatan, setelah melewati bulan penuh berkah ini.
Pengaruh positif puasa seharusnya tetap membekas di dalam hati setiap muslim. Peningkatan ketaqwaan, solidaritas sesama muslim, sabar, rasa kasih, pengorbanan harus terwujud seperti yang dikemukakan Al-Qur’an yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS Al Baqarah: 183)
Bertaqwa kepada Allah, manfaatkan sisa umur dengan kebaikan, selaraskan ucapan dengan tindakan. Usia manusia sebenarnya masa yang ia habiskan dengan amalan saleh dan ketaatan. Sedangkan masa yang dipergunakan dengan perbuatan sia-sia atau tindakan haram akan hilang dengan sia-sia. Sampai kapan kelalaian akan disadari?
Hendaknya kita camkan baik-baik, bahwa ketidakberdayaan dan kelemahan yang mendera umat Islam serta perpecahan yang mencerai-beraikan umat, tidak lain lantaran kejahilan sebagian kita tentang agama Allah, dan kecilnya porsi pemanfaatan kita terhadap musim-musim kebaikan. Pasalnya, aturan agama dan musim kebaikan tidak mampu berperan aktif di kalbu kita yang telah usang karena kejahilan dan kebodohan, dan akibat banyaknya kerak dosa yang menjadi penghalang masuknya sinar wahyu.
Namun, jika umat mampu konsisten dan istiqamah dalam beribadah kepadaNya, tidak meremehkan musim kebaikan dan tidak merusak apa yang telah ia perbuat, tidak mudah menyerah pada tipu daya syetan dan sekutunya, niscaya dengan kehendak Allah, umat akan memegang kendali kemenangan, izzah dan keselamatan.
Diantara yang perlu kita lakukan untuk membasmi gejala buruk ini, yaitu dengan menggalakan semangat saling menasihati dan mendukung antar sesama muslim, dengan cara yang hikmah dan metode yang ideal sesuai dengan kemampuan.
Bertaqwalah kepada Allah di setiap waktu. Tekunilah ibadah dengan baik. Bersyukurlah dengan kenikmatanNya yang tidak terhitung. Ramadhan merupakan kesempatan yang ideal untuk berintropeksi diri. Ramadhan dan Idul Fitri merupakan momentum paling penting untuk merubah diri menuju keadaan yang lebih baik, lebih diridhai Allah dan RasulNya.
Namun demikian, sekali lagi, kepergian Ramadhan bukan berarti kemandulan dalam beramal. Perpisahan dengan Ramadhan bukan berarti menipisnya semangat untuk beribadah. Pintu kebaikan yang lain masih terbuka lebar. Pahala-pahala Allah masih ditebar. AmpunanNya senantiasa tergapai bagi hati yang bergetar, yang bertaubat dengan benar lagi bersimpuh sesal. Mana orang-orang yang akan memasuki pintu-pintu rahmat yang telah terbuka lebar ini? Mana orang-orang yang sudi menyisingkan lengan baju untuk menghimpun kebajikan meski Ramadhan telah melambaikan tangannya? Hanya orang-orang yang bertaqwa yang akan menyambut panggilan Ilahi. Orang yang bijak, adalah sosok yang giat dalam beribadah sampai ajal datang menjemput, dan ia selalu merenungi cepatnya perjalanan umur dan dekatnya kematian.
وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ قَالُوا سَمِعْنَا وَهُمْ لاَ يَسْمَعُونَ
“Janganlah hendaknya kamu seperti yang mereka katakan: “Kami ada mendengar” dan pada hal sebenarnya mereka itu tuli”.
Alangkah senangnya kalau zaman dahulu putri remaja anak nagari Minangkabau selalu memakai baju kurung dengan salendang balilik di kapalo.
Di era globalisi ini alangkah sedihnya hati kita menengok putri remaja kita sudah melecehkan baju kurung menggantinya dengan celana slack, sempit dan ketat, pinggang terbuka dadanya terbelalak, hati siapa yang tidak sedih?
Pada hal orang tua kita sudah faham apa itu “Adat Basandi Syara’, syara’ basandi Kitabullah, Syara’ mangato adat memakai”.
Sekarang dimana letaknya? Tinggal hanya symbol saja. Apabila masyarakat Minangkabau mengamalkan falsafah adat diatas, sudah lama nagari kita ini makmur dan sejahtera. Tidak ada lagi kemiskinan.
Runtuhnya adat dan falsafahnya beriringan dengan runtuhnya rumah gadang, sejalan dengan robohnyo surau kami. Siapa lagi kalau bukan ninik mamak dan alim ulama nan ka managakkan limbago adat dengan syara’?
Manonyo niniak mamak, manonyo cadiak pandai, manonyo alim ulama, manonyo Bundo Kanduang nan ka manyapo anak kamanakan awak. Pada hal mereka tahu bahwa aurat wanita itu adalah seluruh badannya dari kepala sampai ke kaki kecuali muka dan telapak tangan.
Dahulu alangkah malunya keluarga yang tidak mengindahkan adat, tidak mengindahkan syara’, tidak mengacuh-kan syari’at Islam, tidak mau mengerjakan shalat, tidak pandai mengaji. Surau dan masjid ramai dikunjungi, tetapi sekarang mereka bangga dengan dunianya, lebih senang bernyanyi dari mengaji, lebih banyak di lapau bagurau dari berzikir di surau.
Ramadhan sudah berlalu, nan dahulu kapalo si upiak basaok, sabanta lai ka tegerai pulo abuaknyo bakeh nan rami. Ingat wahai pemimpin Islam, ingatlah wahai ummat Islam, ingat wahai Bundo Kanduang, apabila dosa dan maksiat semakin merajalela, Allah akan segera menurunkan azabnya.
Mungkinkah ini yang membuat negeri kita tak pernah berhenti dari malapetaka yang menimpa dan dari keterpurukan yang semakin melanda? Karena musibah tidak akan terjadi menimpa suatu negeri melainkan disebabkan oleh ulah tangan kebanyakan penduduknya (kemaksiatan yang mereka telah perbuat), sebagaimana disinyalir dalam banyak firman Allah subhanahu wata’ala diantaranya artinya,
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri”(QS. an-Nisa: 79)
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. ar-Ruum: 41)
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَنْ كَثِير
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. as-Syura: 30)
Camkanlah wahai saudaraku, kenapa hidup ini penuh penderitaan dan kesedihan? Tidak lain ulah tangan manusia juga.
Banyak orang di zaman globalisasi ini sudah tidak acuh lagi kepada Agama, bahkan sudah membelakanginya, sudah tidak merasa perlu lagi pergi shalat ke Masjid, sudah tidak perlu lagi berpuasa di bulan Ramadhan. Buktinya, banyak di warung-warung kedai tetap buka di bulan puasa, pasar lambung dan asongan makanan kaki lima dimana-mana ramai dikunjungi siang hari di bulan puasa, mereka tetap berjualan nasi kapau atau semacamnya. Banyak lapau-lapau ditutup pintunya di depan, tetapi dibuka dari belakang. Inilah orang-orang yang di cap munafik, suka berpura-pura puasa, tetapi perutnya sudah digasak disiang hari. Para sopir, para petani, para nelayan, para pemuda kebanyakan sudah tidak mengindahkan lagi rasa malu, minum, makan dan merokok di depan umum di bulan Ramadhan secara terbuka, terang-terang bak terangnya matahari. Ketika disapa, mereka berkata: “Urus saja diri kamu, tidak perlu mengurus diri orang lain”. Masya Allah.!
Ini adalah gejala sekularisasi, pemisahan hidup dengan agama, ini adalah pengaruh dunia globalisasi modern. Kalau sudah begini, nah tunggu saja azab Allah akan datang.
Oleh karenanya melalui mimbar ini kita berseru, sadarlah dan kembalilah kepada jalan yang benar dan lurus..
“Tunjukilah kami jalan yang benar, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas mereka, bukan jalan yang Engkau murkai dan bukan jalan yang sesat” Amin.
Semoga Allah memberikan taufikNya kepada kita semua untuk melaksanakan amal shaleh dan menjauhi laranganNya, serta menguatkan kita untuk berpegang kepada kebenaran sepanjang hayat di kandung badan. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, lagi Maha Mengabulkan.* (H.Zulharbi Salim)
*Khutbah ‘Idul Fitri 1 Syawal 1430 H di Masjid Darussalam, Bukit Gobak, Tanah Datar

SETELAH RAMADHAN BERLALU

Setelah Ramadhan Berlalu

"Katakanlah; Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaan masing-masing .." (QS Al-Isra': 84).

Setelah bulan Ramadhan berlalu, kita sekarang sudah berada di bulan Syawal. Untuk menjadi perhatian kita bersama, sehabis bulan ramadhan manusia terbagi menjadi beberapa bagian, namun secara garis besarnya mereka terbagi dua kelompok.
Kelompok pertama. Orang yang pada bulan Ramadhan tampak sungguh-sungguh dalam ketaatan, sehinggga orang tersebut selalu dalam keadaan sujud, shalat, membaca Al-Quran atau menangis, sehingga bisa-bisa anda lupa akan ahli ibadahnya orang-orang terdahulu (salaf). Anda akan tertegun melihat kesungguhan dan giatnya dalam beribadah. Namun itu semua hanya berlalu begitu saja bersama habisnya bulan Ramadhan, dan setelah itu ia kembali lagi bermalas-malasan, kembali mendatangi maksiat seolah-olah ia baru saja dipenjara dengan berbagai macam ketaatan kembalilah ia terjerumus dalam syahwat dan kelalaian. Kasihan sekali orang-orang seperti ini.
Sesungguhnya kemaksiatan itu adalah sebab dari kehancuran karena dosa adalah ibarat luka-luka, sedang orang yang terlalu banyak lukanya maka ia mendekati kebinasaan. Banyak sekali kemaksitan-kemaksiatan yang dapat menghalangi seorang hamba untuk mengucap "La ilaha illallah" ketika sakaratul maut.

Setelah sebulan penuh ia hidup dengan iman, Al-Quran serta amalan-amalan yang mendekatkan diri kepada Allah, tiba-tiba saja ia ulangi perbuatan-perbuatan maksiatnya di masa lalu. Mereka itulah hamba-hamba musiman mereka tidak mengenal Allah kecuali hanya pada satu musim saja yakni Ramadhan, atau hanya ketika di timpa kesusahan, jika musim atau kesusahan itu telah berlalu maka ketaatannyapun ikut berlalu.
Kelompok kedua. Orang yang bersedih ketika berpisah dengan bulan Ramadhan mereka rasakan nikmatnya kasih dan penjagaan Allah, mereka lalui dengan penuh kesabaran, mereka sadari hakekat keadaan dirinya, betapa lemah, betapa hinanya mereka di hadapan Yang Maha Kuasa, mereka berpuasa dengan sebenar-benarnya, mereka shalat dengan sungguh-sungguh. Perpisahan dengan bulan Ramadhan membuat mereka sedih, bahkan tak jarang di antara mereka yang meneteskan air mata.
Apakah keduanya itu sama? Segala puji hanya bagi Allah! Dua golongan ini tidaklah sama, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui sesuai dengan firman Allah SWT diatas.
Para ahli tafsir mengatakan, makna ayat ini adalah bahwa setiap orang berbuat sesuai dengan keadaan perangai yang sudah biasa ia jalani.
Barang siapa berpuasa siang hari di bulan Ramadhan dan shalat di malam harinya, melakukan kewajiban-kewajibannya, menahan pandangannya, menjaga anggota badan serta menjaga shalat jum'at dan jama'ah dengan sungguh-sungguh untuk menyempurnakan ketaatannya sesuai dengan kemampuannya, maka bolehlah ia berharap mendapat ridha Allah, kemenangan di Surga dan selamat dari api Neraka. Orang yang tidak menjadikan ridha Allah sebagai tujuannya maka Allah tidak akan melihatnya. Jangan seperti orang yang merusak tenunan yang kuat hingga bercerai berai
Hati-hatilah, jangan seperti seorang wanita yang memintal benang (menenun) dari kain tersebut ia bikin sebuah gamis atau baju. Ketika semuanya telah usai dan nampak kelihatan indah, maka tiba-tiba saja ia potong kain tersebut dan ia cerai beraikan, helai-demi helai benang dengan tanpa sebab.
Berhati-hati jugalah Anda! jangan sampai seperti seorang yang diberi oleh Allah keimanan dan Al-Quran namun ia berpaling dari keduanya, dan ia lepaskan keduanya sebagaimana seekor domba yang dikuliti, akhirnya ia masuk keperangkap syetan sehingga jadi orang yang merugi, orang yang terjerumus di dalam jurang yang dalam, menjadi pengikut hawa nafsunya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, Artinya: "Dan bacakanlah kepada mereka berita kepada orang yang telah kamu berikan kepadanya ayat-ayat Kami, kemudian mereka melepaskan diri dari ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh syetan sampai ia tergoda, maka jadilah ia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki sesunguhnya Kami tinggikan derajatnya dengan ayat-ayat itu. Tetapi ia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannnya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya, dan jika kamu membarrkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang yang mendustakan ayat-ayat Kami maka ceritaklah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir." (QS Al-A'raaf: 175-176).
Amal yang paling dicintai oleh Allah, Rasulullah SAW pernah ditanya: Amalan apa yang paling di sukai Allah? Beliau menjawab: "Yakni yang terus menerus walaupun sedikit".
Aisyah r.a. ditanya: Bagaimana Rasulullah mengerjakan sesuatu amalan, apakah ia pernah mengkhususkan sesuatu sampai beberapa hari tertentu, ia menjawab: "Tidak, namun Beliau mengerjakan secara terus menerus, dan siapapun diantara kalian hendaknya ia jika mampu mengerjakan sebagaimana yang di kerjakan Rasulullah SAW.
Hadits ini memberikan beberapa pelajaran, antara lain:
• Hendaknya, seluruh kebajikan kita laksanakan secara keseluruhan tanpa pilih-pilih menurut kemampuan kita dan dikerjakan secara rutin.
• Pertengahan dalam beribadah (sedang-sedang), dan menjauhi segala bentuk berlebihan, agar jiwa selalu bersemangat dan lapang, maka dengan ini akan tercapai segala tujuan ibadah, dan sempurna dari berbagai segi.
• Supaya rutin dalam beramal, suatu amalan meskipun sedikit jika dilakukan secara terus menerus lebih baik dari pada amalan yang banyak namun terputus.
Dengan demikian amalan yang sedikit namun rutin akan memberi buah dan nilai tambah yang berlipat ganda dari pada amalan banyak yang terputus.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan kemudahan di dalam menjalakan amal ibadah secara terus menerus dan mendapatkan limpahan pahala yang berlipat ganda disisiNya, amin.
Allah Yang Maha Suci dan Maha Mulia telah berfirman kepada hamba dan RasulNya Muhammad SAW :

"Beribadah kamu kepada Rabb-mu hingga datang kepadamu Al Yaqin". Ya'ni maut. (QS Al-Hijr: 99).
Maksud ayat ini adalah: Janganlah kamu berhenti dari beribadah sehingga kamu mati. jadikanlah batas ibadah adalah batas kehidupan.
Telah berkata hamba Allah Nabi Isa alaihi salam (dalam Al Quran),

Artinya:
"Dan Dia telah memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku masih hidup." (QS Maryam: 31).
Nabi SAW bersabda: "Sesungguhnya jika anak adam meninggal maka putus sudah amalnya kecuali tiga perkara yaitu amal yang saleh, sedekah jariyah dan anak yang saleh mendo’akannya."
Maka dari sini tiada yang membatasi atau memutuskan amal ibadah kecuali bila telah datang maut. Jadi meskipun bulan Ramadhan telah berlalu maka seoarang mukmin hendaknya jangan berhenti dari menjalankan puasa, karena masih banyak puasa-puasa yang lain yang di syariatkan dalam waktu setahun seperti puasa enam hari di bulan Syawal, puasa tiga hari dalam tiap bulan, puasa Senin dan Kamis, puasa Arafah dan lain-lain. Demikian juga meskipun qiyamullail di bulan Ramadhan (tarawih) telah usai maka seorang mukmin janganlah berhenti dari menjalakan shalat malam.
Maka hendaklah kita bersemangat untuk tetap teruskan kontinyu dalam beribadah sesuai dengan kemampuan, dan perlu di ketahui beberapa cara untuk tetap berada di atas dinnullah dan ketaatan kepada-Nya:
Berdo'a supaya senantiasa tetap diatas agama Allah (Islam) sebagaimana Rasulullah SAW banyak membaca do'a, dengan sabdaNya: "Wahai dzat yang membolak-balikkan hati tetapkan-lah hatiku di atas agama-Mu (HR. At-Tirmidzi 4/390).
Sabar sebagaimana firman Allah SWT:

Dan orang-orang yang beriman serta beramal soleh, Kami akan tempatkan mereka dalam mahligai-mahligai di Syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan yang sebaik-baiknya bagi orang-orang yang beramal soleh.(Yaitu) mereka yang sabar, dan mereka pula berserah diri bulat-bulat kepada Tuhannya.(QS Al Ankabut 58-59)

Dan tiap-tiap berita dari berita Rasul-rasul itu, kami ceritakan kepadamu (wahai Muhammad), untuk menguatkan hatimu dengannya. Dan telah datang kepadamu dalam berita ini kebenaran dan pengajaran serta peringatan bagi orang-orang yang beriman.Menelusuri jejak orang-orang shaleh, firman Allah (QS Hud: 120).
Mempelajari ilmu syar'iyah dan mengamalkannya, firman Allah

Katakanlah (wahai Muhammad): Al-Quran itu diturunkan oleh Ruhul Qudus (Jibril) dari Tuhanmu dengan cara yang sungguh layak dan berhikmah, untuk meneguhkan iman orang-orang yang beriman, dan untuk menjadi hidayah petunjuk serta berita yang mengembirakan bagi orang-orang Islam.(QS An-Nahl 102)
Ketahuilah bahwa termasuk ciptaan Allah adalah Surga, yang jika anda ingin mendatanginya nampak penuh dengan kesusahan, dan ciptaan Allah yang lain adalah neraka, yang jika anda mendatanginya terasa sangat menyenangkan. Surga itu dihijab dengan hal-hal yang tidak disukai hawa nafsu, sedangkan neraka dihijab dengan syahwat dan hal-hal yang menyenangkan. Maka apakah anda termasuk orang-orang yang berakal jika seseorang menjual surga dan seisinya dengan kesenangan yang sesaat.
Jikalau Anda berkata: "Sesungguhnya meninggalkan syahwat (kesenangan yang menjerumuskan) itu perkara yang susah dan sulit. Saya (pengarang buku) menjawab: "Sesungguhnya rasa berat itu hanyalah bagi orang-orang yang meninggalkan syahwat bukan karena Allah. Adapun jika anda meninggalkannya secara sungguh-sungguh dan ikhlas, maka tidak akan terasa berat atau susah meninggalkannya kecuali pada awal permulaan saja, dan ini untuk menguji apakah benar-benar ingin meninggalkannnya atau hanya main-main saja. Jika dalam masa-masa ini mau bersabar maka anda akan mendapati keutamaan dan kenikmatan dari Allah yang begitu membahagiakan, karena orang yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik.
Sebagai perumpamaan dari hal tersebut, yakni kaum muhajirin yang berhijrah meninggalkan harta mereka, tanah kelahiran mereka, kerabat dan teman, semata-mata karena Allah maka akhirnya mengganti dengan rizqi-rizqi luas di dunia dan di surga.
Nabi Ibrahim a.s. ketika pergi meninggalkan kaumnya, bapaknya dan apa-apa yang mereka sembah selain Allah, akhirnya Allah memberikan putra Ishaq a.s. dan Yakub a.s. serta anak turunan yang shaleh, Nabi Yusuf a.s juga manakala ia bisa menahan nafsu dan menjaganya agar tidak tergoda rayuan dari majikannya. Dan ia bersabar di dalam penjara, ia lebih suka kepada penjara tersebut agar menjauhkan diri dari lingkaran kejahatan dan fitnah. Maka akhirnya Allah mengganti dengan kedudukan yang mulia di muka bumi.
Untuk itu, perlu kita menghayati bahwa amal ibadah dilakukan tidak memandang waktu apakah di bulan Ramadhan atau bukan, namun diperlukan kesinabungan yang rutin. Kita tetap menghayati kehidupan beragama dengan penuh dedikasi dan iktikad baik bahwa ibadah itu akan dapat membawa kepada keabaikan dan akan mendapat balasan yang setimpal dari Allah dengan syarat semua ibadah yang kita lakukan itu terjauh dari riya’, semata-mata hanya karena Allah.
Ya Allah, sampaikan jugalah kami kepada bulan Ramadhan yang akan datang, Amin! Semoga bermanfaat. (Abu Hamdi dari Al Shofwah)