Selasa, 08 Juli 2008

Kemuliaan Bulan Rajab

Mimbar Islam - Edisi No. 068 Tahun II * Jum’at, Rajab 1429 H - Juli 2008


KEMULIAAN BULAN RAJAB


“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: ”Berperang dalam bulan haram itu adalah dosa besar, tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah; kafir kepada Allah, menghalang-halangi masuk Mesjidilharam dan mengusir penduduk Mekkah dari negerinya adalah lebih besar dosanya di sisi Allah..”. (QS. Al-Baqarah-2:217)


Bulan Rajab merupakan bulan yang penuh maghfirah, bulan keampunan, karena di dalam bulan Rajab ini Allah akan memberikan pengampunan kepada siapa saja umatnya yang mau bertaubat.
Untuk mengetahui kemuliaan bulan Rajab telah dijelaskan dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 217 diatas dan beberapa Hadist.

كانَ رَسولُ اللهِ صلى اللهُ عليهِ وسلم إذَا دَخَلَ رَجَبُ قَالَ: اللّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فى رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَ بَلِّغْنَا رَمَضَانَ، رواه البيهقي


“Rasulullah SAW jika masuk bulan Rajab, beliau berkata: “Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada kami pada bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan.”(HR Al-Baihaqi)

قا لَ رسولُ الله صلى الله عليه وسلم رَجَبُ شَهْرُ اللهِ وَ شَعْبانُ شَهْرِى و رَمَضانُ شَهْرُ أُمَّتي، رواه مسلم)

”Rasulullah SAW bersabda: ”Rajab itu bulan Allah, Sya’ban bulanku, dan Ramadhan itu bulan umatku. (HR Muslim)
Ibnu Al-Jauzi dalam bukunya At-Tabshirah, menyebutkan riwayat dari Ibnu Arabi, dari Al-Fadhl, katanya: ”Jika orang Arab menghormati seseorang, maka dia mengatakan:
رَجَبْتُ فُلانا أرْجِبُهُ رَجَبًا ورُجُوبًا

Maksud ucapan tersebut adalah saya menghormatinya. Tsa’lab berkata: ”Sesungguhnya bulan itu dinamakan rajab karena kemuliaan bulan tersebut”. Sulaiman Ad-Dakwani berkata: ”Bulan Rajab itu disebut Al-Asham (bulan yang tuli) karena bangsa Arab tidak mengangkat senjata dan tidak saling menyerang satu sama lainnya di bulan itu, hingga tidak terdengar dentingan senjata”.
Bulan Rajab itu juga disebut Syahrullah (bulan Allah). Selain itu, bangsa Arab pada masa Jahiliyah sering berdo’a atas orang yang menzalimi mereka dibulan itu.
Hadist yang menyatakan, ”Ya Allah, berkatilah kami dalam bulan Rajab”, adalah sebagai dalil disunahkannya berdo’a pada waktu yang utama untuk mendapatkan amal shaleh dibulan tersebut. Sebab orang yang beriman itu harus bertambah baik dalam sisa-sisa umurnya, dimana sebaik-baik manusia adalah orang yang panjang umurnya dan baik perbuatannya. Selain itu, ulama Salaf i sangat mengharapkan waktu meninggalnya setelah dirinya melakukan amal shaleh di bulan Rajab, atau seperti melakukan puasa Ramadhan atau kembali ke Baitullah. Sebab ada suatu pendapat bahwa orang yang meninggal dalam bulan-bulan mulia itu, ia akan diampuni dosanya.
Tidak diragukan lagi bahwa bulan Rajab merupakan kunci bulan-bulan kebaikan dan keberkahan. Abu Bakar Alwarraq berkata: ”Bulan Rajab itu bulan tanam, dan bulan Sya’ban itu bulan penyiraman, sedangkan bulan Ramadhan bulan panen”. Kata Alwarraq juga; ”Perumpaman bulan Rajab bagaikan angin dan bulan Sya’ban bagaikan awan, sedangkan bulan Ramadhan bagaikan hujan”.
Sebagian ulama juga berkata: ”Tahun itu bagaikan pohon, bulan Rajab hari tumbuhnya daun dan bulan Sya’ban hari tumbuhnya ranting. Adapun bulan Ramadhan adalah musim berbuahnya, dan orang-orang yang beriman itu memetik buah tersebut. Karena itu sangat penting bagi orang yang lembaran hidupnya hitam lantaran dosa, agar memutihkannya dibulan ini, mohon ampunan Allah SWT. Barang siapa yang menyia-nyiakan umur dimasa mudanya, hendaklah dia mengambil kesempatan (beramal baik) dalam sisa umurnya”.
Sabda Nabi SAW: ”Rajab itu bulan Allah” menunjukkan atas kemuliaan dan keutamaan karena penyandaran bulan itu kepada Allah SWT. Penyandaran ini merupakan isyarat bahwa kemuliaan bulan itu di atas kehendak Allah SWT yang tidak seorangpun boleh menggantinya, seperti telah dilakukan oleh oran-orang Jahiliyah yang menjadikan bulan itu halal melakukan perperangan dan menggantinya dengan bulan lain.
Sabda Nabi SAW: ”Sya’ban itu bulanku”, karena Rasullullah SAW tidak pernah puasa sebulan penuh dibulan Ramadhan selain bulan Sya’ban. Aisyah RA berkata:

كانَ أحَبُّ الشُّهُورِ الى رسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم أنْ يَصُومَهُ شَعْبَانَ ثم يَصِلُهُ بِرَمَضانَ ، رواه البخاري
”Bulan yang sangat disukai Rasulullah SAW untuk melakukan puasa adalah bulan Sya’ban, yang kemudian disambung dengan Ramadhan”. (HR Bukhari)
Karena itu, bulan Sya’ban disandarkan kepada diri Rasulullah SAW. Selain itu juga karena bulan Sya’ban itu berada diantara bulan Rajab (Bulan Allah) dengan Ramadhan yang merupakan bulan umat Islam. Hal itu adalah karena posisi Nabi SAW berada di tengah-tengah antara Allah dan umat Islam, sebagaimana Sya’ban itu sebagai penengah antara Rajab dan Ramadhan.
Adapun Sabda Nabi: ”Ramadhan itu bulan umatku”, disebabkan umat Islam itu diwajibkan berpuasa di bulan Ramadhan. Jadi bulan Ramadhan itu bulannya umat Islam.
Tentang posisi bulan Rajab sebagai bulan haram disebutkan Allah SWT dalam firmannya diatas.
Adapun sebab turunnya ayat 217 Surah Al-Baqarah adalah, bahwa Rasulullah SAW mengutus beberapa sahabat yang dipimpin oleh Abdullah bin Jahsi, Putra bibi Nabi SAW, untuk mengawasi kaum Quraisy ketika di tengah perjalanan, mereka bertemu salah seorang dari kaum musyrik yang bernama Amer bin Abdullah Al-Hadhrami, lalu mereka membunuhnya. Mereka tidak mengerti apakah mereka itu pada bulan Rajab atau Jumadil Akhir. Orang-orang musyrik mengatakan: ”Kamu membunuh pada bulan haram”. Maka Allah menurunkan ayat ini.
Jadi yang dimaksudkan bulan haram dalam ayat ini adalah bulan Rajab, seperti yang disebutkan oleh Al-Baghawi dalam tafsirnya.
Ketika ayat ini turun, Abdullah bin Anis r.a. mengirim surat kepada orang-orang mukmin di Mekkah yang isinya: ”Jika kami dicela orang-orang musyrik karena membunuh pada bulan haram, maka celakalah mereka lantaran kekafirannya, pengusiran Rasulullah SAW dari Mekkah dan penghambatan umat Islam untuk pergi ke Baitullah”.
Kesimpulannya, bukan Rajab itu merupakan bulan yang haram yang terpisah dari bulan–bulan haram lainnya, dan merupakan bulan haram yang pertama dan yang paling mulia dari bulan–bulan haram lainnya. Maka seharusnya umat Islam menghidupkan malam itu dengan rajin beribadah serta menjauhi perbuatan dosa yang melanggar syari’at Allah. Sebab bulan Rajab adalah bulan Allah SWT.
Dalam hadist Qudsi disebutkan bahwa Allah SWT berfirman:

الصَّومُ لِي وأنَا أَجْزِيْ بِهِ (رواه البخاري)
”Puasa itu untukkudan Aku yang akan membalasnya”. (6)
Puasa dalam bulan Rajab itu juga berarti pengekangan nafsu disamping pengekangan diri terhadap perang dan permusuhan seperti yang dilakukan pada zaman jahiliyah. Sebab, barang siapa yang haus karena puasa dibulan Allah SWT maka dia akan memdapatkan pahala yang sangat banyak disisi Allah SWT.
Abu Musa Al-Asy’ari r.a. yang mengatakan: ”Kami mengarungi lautan dengan mengendarai perahu. Ketika telah mengembangkan layar ditengah lautan dan tidak melihat apapun (pulau), tiba–tiba ada suara yang memanggil: ”Wahai orang–orang diatas perahu, berhentilah, karena aku akan memberitahu kalian”. Maka kata Al-Asy’ari: ”Kemudian kamipun putar haluan, tetapi kami tidak melihat satu apapun. Lalu orang tersebut memanggil kembali sebanyak tujuh kali”.
Al-Asy’ari berkata: ”Ketika panggilan yang tujuh terdengar, saya berdiri, lalu berkata ”wahai orang yang memanggil, kamu melihat posisi kami? Sebab kami tidak bisa mengejarmu, maka beritahulah kepada kami apa yang ingin kamu bertahukan itu”.
Maka orang yang memanggil itu berkata: ”Ketahuilah, saya akan memberitahu kamu tentang ketentuan yang telah ditetapkan Allah SWT terhadap diriNya”. Kami berkata : ”Beritahukanlah kepada kami”. Maka orang itu menjawab :”Sesungguhya Allah SWT itu telah menetapkan pada diriNya, bahwa siapapun yang menghauskan dirinya (puasa) pada hari yang panas, maka Allah akan memberikan kesegaran kepadanya dihari kiamat”.
Untuk itu kita sebagai umat Islam dituntut untuk memperbanyak ibadah shalat, puasa sunnah, melakukan shalat sunnah dan shalat tahajjud, bermunajat, membaca dzikir dan berdo’a, mohon maghfirah kepada Allah SWT. (Abu Hamdi)

Mewaspadai Pendapatan Yang Haram

Mimbar Islam - Edisi No. 057 Tahun II*Jum’at, Rabiul Akhir 1429 H - April 2008

MEWASPADAI PENDAPATAN YANG HARAM

Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang”. (Qs. Al Maidah: 92)

Permasalahan besar yang berkembang di tengah-tengah masyarakat saat ini adalah banyaknya anak bangs yang meninggalkan perintah agama (Islam) bagi yang memeluknya dan mengerjakan apa-apa yang dilarang oleh Allah SWT.
Mereka tidak takut lagi akan datangnya azab Allah seperti yang telah dijanjikan-Nya. Apabila anak bangsa suatu negeri telah banyak melakukan kemungkaran dan maksiat akan didatangkan azab dengan berbagai cobaan seperti gempa, kekeringan atau banjir dan diliputi ketakutan. Salah satu penyebabnya adalah menghalalkan yang haram dan meninggalkan kewajiban yang telah diperintahkan Allah SWT.

Dalam konteks ini, perlu dicermati sabda Nabi SAW:

مَانَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فاجْتَنِبُوْهُ وَمَا أمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ فإنّمَا أهْلُكَ الَّذِين مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَة مَسَائِلِهمْ وِاخْتِلافِهِمْ عَلى أنبِيَآءِهِ (رواه مسلم)

“Segala yang telah aku larang jauhilah oleh kalian dan segala yang telah aku perintahkan kerjakanlah semampunya, karena yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyaknya mereka bertanya dan kedurhakaan mereka kepada nabi-nabi mereka”.(HR Muslim)
Nabi SAW dalam hadits lain bersabda:

لُعِنَ اللهُ الرَّاشِي وَالمُرْتَشِي وَالرَّائِـش (رواه أحمد والطبارني)
“Allah melaknat orang yang menyuap dan orang yang menerima suap dan perantara di antara mereka berdua”. (HR Ahmad dan At-Thabrani)
Maka di antara perkara yang diharamkan di dalam Islam, dan datang peringatan yang keras terhadap pelakunya adalah: menyuap dan menerima suap serta orang yang membantu mereka dengan menjadi perantara.
Risywah (suap menyuap) adalah memberikan sesuatu harta atau selain harta apakah kepada pegawai pemerintahan atau kepada selain mereka seperti perusahaan swasta dengan balasan dipenuhi urusannya, yang sebenarnya wajib bagi mereka memenuhi urusan orang itu tanpa pemberian apa-apa. Dan menjadi semakin haram apabila yang dia berikan itu dengan tujuan menjadikan yang benar itu salah dan yang salah itu benar, dalam rangka mendzalimi seseorang.
Dari hadits di atas diketahui bahwa perbuatan suap menyuap adalah termasuk di antara dosa-dosa besar, karena Allah SWT melaknat pelakunya. Dan laknat adalah mengusir seseorang dari rahmat Allah SWT. Sebagaimana menerima suap adalah di antara bentuk memakan harta yang haram, dan Allah SWT telah mencela orang-orang Yahudi dari perbuatan seperti ini,

“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram”. (Qs. Al Maidah: 42)
Pada ayat yang lain Allah SWT berfirman:

“Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu”. (Qs. Al Maidah: 62)

“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih”. (Qs. An-Nisaa’: 160-161)
Dan telah datang peringatan yang keras dari Nabi SAW dari perbuatan memakan harta yang haram, di antaranya yang diriwayatkan Ibnu Jarir dari Ibnu Umar r.a dari Nabi SAW, beliau bersabda:

كُلُّ لَحْمَ أنْبَتَتْ مِنْ سُحْتِ فَالنَّارُ أُوْلَى بِهِ. قِيْلَ: وَمَا السُّحْتُ؟ قال: الرِّشْـوَةُ فِي الحُكْمِ (وراه مسلم)

“Setiap daging yang ditumbuhkan dari suht maka nerakalah yang paling pantas untuknya”. Para shahabat bertanya: apa itu suht? Beliau menjawab, “Suap menyuap dalam hukum”(HR Muslim)
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:

مَا مِنْ قَوْمٍ يَظْهَرُ فِيْهِم الرِّبـَا إلاَّ أَخَذُوا بِالسِنَّةِ، وَمَا مِنْ قَوْمٍ يَظْهَرُ فِيْهِم الرِّشَـا إلاَّ أَخَذُوا بِالرُّعْبِ (رواه مسلم)

“Tidak satu pun kaum yang merebak pada mereka perbuatan riba kecuali Allah timpakan kepada mereka kekeringan, dan tidak satu pun kaum yang merebak pada mereka suap menyuap kecuali Allah timpakan kepada mereka ketakutan”.(HR Muslim)
Dan di antara akibat memakan yang haram, Allah SWT menolak do’a seseorang. Nabi SAW telah bersabda di dalam haditsnya yang shahih dari Abu Hurairah r.a riwayat Muslim, Artinya:
“Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman dengan apa yang dia perintahkan kepada para rasul, Allah berfirman ((Wahai sekalian rasul makanlah dari yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih)) dan Allah berfirman ((Wahai orang-orang yang beriman makanlah dari yang baik-baik yang dirizkikan kepada kalian)). Kemudian (Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam) mengisahkan seseorang yang melakukan perjalanan jauh hingga rambutnya kusut dan badannya berdebu, dia mengangkat kedua tangannya ke langit dan menyeru: Wahai Rabb, Wahai Rabb. Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dibersarkan dengan barang yang haram, bagaimana doanya bisa dikabulkan”.
Dan Allah SWT telah melarang orang-orang yang beriman dari saling memakan harta di antara mereka pada ayat-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (Qs. An-Nisaa’: 29)
Bertakwalah kepada Allah dan hati-hatilah dari kemurkaan-Nya dan menghindarlah dari sebab-sebab kemarahan-Nya, karena sesungguhnya Allah SWT sangat cemburu (marah) apabila larangannya dilanggar. Dan telah datang riwayat yang shahih dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda,
لاَ أحَدٌ أغِيْرَ مِنَ اللهِ (رواه بخاري)

“Tidak seorang pun lebih cemburu daripada Allah”.
Hindarilah diri dan keluarga dari harta yang haram dan makanan yang haram, sebagai jalan keselamatan dari neraka yang Allah jadikan sebagai tempat paling pantas untuk daging yang tumbuh dari barang yang haram. Dan diriwayatkan oleh Al Imam At-Thabrani dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Dibacakan di hadapan Nabi SAW firman Allah Subhanahu Wa Ta’aala,

“Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan karena sesungguhnya syaithan adalah musuh yang nyata bagimu. (Qs. Al Baqarah: 168)
Maka bangkitlah ketika itu Sa’ad bin Abi Waqqash dia berkata, “Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia menjadikan aku orang yang doanya dikabulkan”.
Nabi bersabda:

يآسَعَد، أطِبُ مَطْعَمَكَ تَكُنْ مُسْتَجَابُ الدَّعْوَةِ، والذي نَفْسِي بِيَدِهِ إنَّ العَبْدَ لِيَقْذِفَ اللُّقْمَةُ الحَرَامِ في جَوْفِهِ مَا يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُ عَمَلاً أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا وأيمَا عَبْد نَبَت لَحْمُهُ مِن سُحْتِ فالنَّارُ أوْلَى بِه (رواه البخاري ومسلم)

“Wahai Sa’ad, makanlah yang baik-baik jadilah engkau orang yang dikabulkan do’anya. Dan sungguh demi Yang jiwaku berada di Tangan-Nya, sesungguhnya seorang hamba benar-benar meletakkan satu suapan haram ke dalam perutnya, Allah tidak terima amalannya selama empat puluh hari. Dan hamba manapun dagingnya tumbuh dari yang haram maka nerakalah yang paling pantas untuknya”.(HR Bukhari dan Muslim)
Sungguh Allah Ta’aala telah mengajak kalian untuk menjaga diri-diri kalian dan keluarga kalian dari jilatan api neraka dan menyeru kalian kepada jalan keselamatan dari adzabnya yang pedih, Allah SWT berfirman:


“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Qs. Tahrim: 6)
Maka sambutlah seruan-Nya, taatilah perintah-Nya, jauhilah larangan-Nya dan berhati-hatilah dari sebab-sebab kemurkaan Allah, sehingga berbahagia di dunia dan di akhirat:


“Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (Qs. Al Anfal: 24)
Praktek suap-menyuap dan sogok-menyogok atau populer dengan sebutan korupsi pada hari-hari belakangan ini di negeri tercinta ini, sudah menjadi budaya bahkan sudah meraja-lela dan melampaui batas yang menjurus kepada datangnya kemurkaan Allah SWT.
Tidak ada yang dapat dilakukan oleh penguasa negeri ini kecuali menghukum seberat-beratnya para koruptor dan menaikkan pangkatnya ke tiang gantung alias dihukum mati. Beranikah?
Penulis: Jafar Salih - www.mimbarislami.or.id