Selasa, 08 Juli 2008

Kemuliaan Bulan Rajab

Mimbar Islam - Edisi No. 068 Tahun II * Jum’at, Rajab 1429 H - Juli 2008


KEMULIAAN BULAN RAJAB


“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: ”Berperang dalam bulan haram itu adalah dosa besar, tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah; kafir kepada Allah, menghalang-halangi masuk Mesjidilharam dan mengusir penduduk Mekkah dari negerinya adalah lebih besar dosanya di sisi Allah..”. (QS. Al-Baqarah-2:217)


Bulan Rajab merupakan bulan yang penuh maghfirah, bulan keampunan, karena di dalam bulan Rajab ini Allah akan memberikan pengampunan kepada siapa saja umatnya yang mau bertaubat.
Untuk mengetahui kemuliaan bulan Rajab telah dijelaskan dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 217 diatas dan beberapa Hadist.

كانَ رَسولُ اللهِ صلى اللهُ عليهِ وسلم إذَا دَخَلَ رَجَبُ قَالَ: اللّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فى رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَ بَلِّغْنَا رَمَضَانَ، رواه البيهقي


“Rasulullah SAW jika masuk bulan Rajab, beliau berkata: “Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada kami pada bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan.”(HR Al-Baihaqi)

قا لَ رسولُ الله صلى الله عليه وسلم رَجَبُ شَهْرُ اللهِ وَ شَعْبانُ شَهْرِى و رَمَضانُ شَهْرُ أُمَّتي، رواه مسلم)

”Rasulullah SAW bersabda: ”Rajab itu bulan Allah, Sya’ban bulanku, dan Ramadhan itu bulan umatku. (HR Muslim)
Ibnu Al-Jauzi dalam bukunya At-Tabshirah, menyebutkan riwayat dari Ibnu Arabi, dari Al-Fadhl, katanya: ”Jika orang Arab menghormati seseorang, maka dia mengatakan:
رَجَبْتُ فُلانا أرْجِبُهُ رَجَبًا ورُجُوبًا

Maksud ucapan tersebut adalah saya menghormatinya. Tsa’lab berkata: ”Sesungguhnya bulan itu dinamakan rajab karena kemuliaan bulan tersebut”. Sulaiman Ad-Dakwani berkata: ”Bulan Rajab itu disebut Al-Asham (bulan yang tuli) karena bangsa Arab tidak mengangkat senjata dan tidak saling menyerang satu sama lainnya di bulan itu, hingga tidak terdengar dentingan senjata”.
Bulan Rajab itu juga disebut Syahrullah (bulan Allah). Selain itu, bangsa Arab pada masa Jahiliyah sering berdo’a atas orang yang menzalimi mereka dibulan itu.
Hadist yang menyatakan, ”Ya Allah, berkatilah kami dalam bulan Rajab”, adalah sebagai dalil disunahkannya berdo’a pada waktu yang utama untuk mendapatkan amal shaleh dibulan tersebut. Sebab orang yang beriman itu harus bertambah baik dalam sisa-sisa umurnya, dimana sebaik-baik manusia adalah orang yang panjang umurnya dan baik perbuatannya. Selain itu, ulama Salaf i sangat mengharapkan waktu meninggalnya setelah dirinya melakukan amal shaleh di bulan Rajab, atau seperti melakukan puasa Ramadhan atau kembali ke Baitullah. Sebab ada suatu pendapat bahwa orang yang meninggal dalam bulan-bulan mulia itu, ia akan diampuni dosanya.
Tidak diragukan lagi bahwa bulan Rajab merupakan kunci bulan-bulan kebaikan dan keberkahan. Abu Bakar Alwarraq berkata: ”Bulan Rajab itu bulan tanam, dan bulan Sya’ban itu bulan penyiraman, sedangkan bulan Ramadhan bulan panen”. Kata Alwarraq juga; ”Perumpaman bulan Rajab bagaikan angin dan bulan Sya’ban bagaikan awan, sedangkan bulan Ramadhan bagaikan hujan”.
Sebagian ulama juga berkata: ”Tahun itu bagaikan pohon, bulan Rajab hari tumbuhnya daun dan bulan Sya’ban hari tumbuhnya ranting. Adapun bulan Ramadhan adalah musim berbuahnya, dan orang-orang yang beriman itu memetik buah tersebut. Karena itu sangat penting bagi orang yang lembaran hidupnya hitam lantaran dosa, agar memutihkannya dibulan ini, mohon ampunan Allah SWT. Barang siapa yang menyia-nyiakan umur dimasa mudanya, hendaklah dia mengambil kesempatan (beramal baik) dalam sisa umurnya”.
Sabda Nabi SAW: ”Rajab itu bulan Allah” menunjukkan atas kemuliaan dan keutamaan karena penyandaran bulan itu kepada Allah SWT. Penyandaran ini merupakan isyarat bahwa kemuliaan bulan itu di atas kehendak Allah SWT yang tidak seorangpun boleh menggantinya, seperti telah dilakukan oleh oran-orang Jahiliyah yang menjadikan bulan itu halal melakukan perperangan dan menggantinya dengan bulan lain.
Sabda Nabi SAW: ”Sya’ban itu bulanku”, karena Rasullullah SAW tidak pernah puasa sebulan penuh dibulan Ramadhan selain bulan Sya’ban. Aisyah RA berkata:

كانَ أحَبُّ الشُّهُورِ الى رسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم أنْ يَصُومَهُ شَعْبَانَ ثم يَصِلُهُ بِرَمَضانَ ، رواه البخاري
”Bulan yang sangat disukai Rasulullah SAW untuk melakukan puasa adalah bulan Sya’ban, yang kemudian disambung dengan Ramadhan”. (HR Bukhari)
Karena itu, bulan Sya’ban disandarkan kepada diri Rasulullah SAW. Selain itu juga karena bulan Sya’ban itu berada diantara bulan Rajab (Bulan Allah) dengan Ramadhan yang merupakan bulan umat Islam. Hal itu adalah karena posisi Nabi SAW berada di tengah-tengah antara Allah dan umat Islam, sebagaimana Sya’ban itu sebagai penengah antara Rajab dan Ramadhan.
Adapun Sabda Nabi: ”Ramadhan itu bulan umatku”, disebabkan umat Islam itu diwajibkan berpuasa di bulan Ramadhan. Jadi bulan Ramadhan itu bulannya umat Islam.
Tentang posisi bulan Rajab sebagai bulan haram disebutkan Allah SWT dalam firmannya diatas.
Adapun sebab turunnya ayat 217 Surah Al-Baqarah adalah, bahwa Rasulullah SAW mengutus beberapa sahabat yang dipimpin oleh Abdullah bin Jahsi, Putra bibi Nabi SAW, untuk mengawasi kaum Quraisy ketika di tengah perjalanan, mereka bertemu salah seorang dari kaum musyrik yang bernama Amer bin Abdullah Al-Hadhrami, lalu mereka membunuhnya. Mereka tidak mengerti apakah mereka itu pada bulan Rajab atau Jumadil Akhir. Orang-orang musyrik mengatakan: ”Kamu membunuh pada bulan haram”. Maka Allah menurunkan ayat ini.
Jadi yang dimaksudkan bulan haram dalam ayat ini adalah bulan Rajab, seperti yang disebutkan oleh Al-Baghawi dalam tafsirnya.
Ketika ayat ini turun, Abdullah bin Anis r.a. mengirim surat kepada orang-orang mukmin di Mekkah yang isinya: ”Jika kami dicela orang-orang musyrik karena membunuh pada bulan haram, maka celakalah mereka lantaran kekafirannya, pengusiran Rasulullah SAW dari Mekkah dan penghambatan umat Islam untuk pergi ke Baitullah”.
Kesimpulannya, bukan Rajab itu merupakan bulan yang haram yang terpisah dari bulan–bulan haram lainnya, dan merupakan bulan haram yang pertama dan yang paling mulia dari bulan–bulan haram lainnya. Maka seharusnya umat Islam menghidupkan malam itu dengan rajin beribadah serta menjauhi perbuatan dosa yang melanggar syari’at Allah. Sebab bulan Rajab adalah bulan Allah SWT.
Dalam hadist Qudsi disebutkan bahwa Allah SWT berfirman:

الصَّومُ لِي وأنَا أَجْزِيْ بِهِ (رواه البخاري)
”Puasa itu untukkudan Aku yang akan membalasnya”. (6)
Puasa dalam bulan Rajab itu juga berarti pengekangan nafsu disamping pengekangan diri terhadap perang dan permusuhan seperti yang dilakukan pada zaman jahiliyah. Sebab, barang siapa yang haus karena puasa dibulan Allah SWT maka dia akan memdapatkan pahala yang sangat banyak disisi Allah SWT.
Abu Musa Al-Asy’ari r.a. yang mengatakan: ”Kami mengarungi lautan dengan mengendarai perahu. Ketika telah mengembangkan layar ditengah lautan dan tidak melihat apapun (pulau), tiba–tiba ada suara yang memanggil: ”Wahai orang–orang diatas perahu, berhentilah, karena aku akan memberitahu kalian”. Maka kata Al-Asy’ari: ”Kemudian kamipun putar haluan, tetapi kami tidak melihat satu apapun. Lalu orang tersebut memanggil kembali sebanyak tujuh kali”.
Al-Asy’ari berkata: ”Ketika panggilan yang tujuh terdengar, saya berdiri, lalu berkata ”wahai orang yang memanggil, kamu melihat posisi kami? Sebab kami tidak bisa mengejarmu, maka beritahulah kepada kami apa yang ingin kamu bertahukan itu”.
Maka orang yang memanggil itu berkata: ”Ketahuilah, saya akan memberitahu kamu tentang ketentuan yang telah ditetapkan Allah SWT terhadap diriNya”. Kami berkata : ”Beritahukanlah kepada kami”. Maka orang itu menjawab :”Sesungguhya Allah SWT itu telah menetapkan pada diriNya, bahwa siapapun yang menghauskan dirinya (puasa) pada hari yang panas, maka Allah akan memberikan kesegaran kepadanya dihari kiamat”.
Untuk itu kita sebagai umat Islam dituntut untuk memperbanyak ibadah shalat, puasa sunnah, melakukan shalat sunnah dan shalat tahajjud, bermunajat, membaca dzikir dan berdo’a, mohon maghfirah kepada Allah SWT. (Abu Hamdi)

Mewaspadai Pendapatan Yang Haram

Mimbar Islam - Edisi No. 057 Tahun II*Jum’at, Rabiul Akhir 1429 H - April 2008

MEWASPADAI PENDAPATAN YANG HARAM

Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang”. (Qs. Al Maidah: 92)

Permasalahan besar yang berkembang di tengah-tengah masyarakat saat ini adalah banyaknya anak bangs yang meninggalkan perintah agama (Islam) bagi yang memeluknya dan mengerjakan apa-apa yang dilarang oleh Allah SWT.
Mereka tidak takut lagi akan datangnya azab Allah seperti yang telah dijanjikan-Nya. Apabila anak bangsa suatu negeri telah banyak melakukan kemungkaran dan maksiat akan didatangkan azab dengan berbagai cobaan seperti gempa, kekeringan atau banjir dan diliputi ketakutan. Salah satu penyebabnya adalah menghalalkan yang haram dan meninggalkan kewajiban yang telah diperintahkan Allah SWT.

Dalam konteks ini, perlu dicermati sabda Nabi SAW:

مَانَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فاجْتَنِبُوْهُ وَمَا أمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ فإنّمَا أهْلُكَ الَّذِين مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَة مَسَائِلِهمْ وِاخْتِلافِهِمْ عَلى أنبِيَآءِهِ (رواه مسلم)

“Segala yang telah aku larang jauhilah oleh kalian dan segala yang telah aku perintahkan kerjakanlah semampunya, karena yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyaknya mereka bertanya dan kedurhakaan mereka kepada nabi-nabi mereka”.(HR Muslim)
Nabi SAW dalam hadits lain bersabda:

لُعِنَ اللهُ الرَّاشِي وَالمُرْتَشِي وَالرَّائِـش (رواه أحمد والطبارني)
“Allah melaknat orang yang menyuap dan orang yang menerima suap dan perantara di antara mereka berdua”. (HR Ahmad dan At-Thabrani)
Maka di antara perkara yang diharamkan di dalam Islam, dan datang peringatan yang keras terhadap pelakunya adalah: menyuap dan menerima suap serta orang yang membantu mereka dengan menjadi perantara.
Risywah (suap menyuap) adalah memberikan sesuatu harta atau selain harta apakah kepada pegawai pemerintahan atau kepada selain mereka seperti perusahaan swasta dengan balasan dipenuhi urusannya, yang sebenarnya wajib bagi mereka memenuhi urusan orang itu tanpa pemberian apa-apa. Dan menjadi semakin haram apabila yang dia berikan itu dengan tujuan menjadikan yang benar itu salah dan yang salah itu benar, dalam rangka mendzalimi seseorang.
Dari hadits di atas diketahui bahwa perbuatan suap menyuap adalah termasuk di antara dosa-dosa besar, karena Allah SWT melaknat pelakunya. Dan laknat adalah mengusir seseorang dari rahmat Allah SWT. Sebagaimana menerima suap adalah di antara bentuk memakan harta yang haram, dan Allah SWT telah mencela orang-orang Yahudi dari perbuatan seperti ini,

“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram”. (Qs. Al Maidah: 42)
Pada ayat yang lain Allah SWT berfirman:

“Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu”. (Qs. Al Maidah: 62)

“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih”. (Qs. An-Nisaa’: 160-161)
Dan telah datang peringatan yang keras dari Nabi SAW dari perbuatan memakan harta yang haram, di antaranya yang diriwayatkan Ibnu Jarir dari Ibnu Umar r.a dari Nabi SAW, beliau bersabda:

كُلُّ لَحْمَ أنْبَتَتْ مِنْ سُحْتِ فَالنَّارُ أُوْلَى بِهِ. قِيْلَ: وَمَا السُّحْتُ؟ قال: الرِّشْـوَةُ فِي الحُكْمِ (وراه مسلم)

“Setiap daging yang ditumbuhkan dari suht maka nerakalah yang paling pantas untuknya”. Para shahabat bertanya: apa itu suht? Beliau menjawab, “Suap menyuap dalam hukum”(HR Muslim)
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:

مَا مِنْ قَوْمٍ يَظْهَرُ فِيْهِم الرِّبـَا إلاَّ أَخَذُوا بِالسِنَّةِ، وَمَا مِنْ قَوْمٍ يَظْهَرُ فِيْهِم الرِّشَـا إلاَّ أَخَذُوا بِالرُّعْبِ (رواه مسلم)

“Tidak satu pun kaum yang merebak pada mereka perbuatan riba kecuali Allah timpakan kepada mereka kekeringan, dan tidak satu pun kaum yang merebak pada mereka suap menyuap kecuali Allah timpakan kepada mereka ketakutan”.(HR Muslim)
Dan di antara akibat memakan yang haram, Allah SWT menolak do’a seseorang. Nabi SAW telah bersabda di dalam haditsnya yang shahih dari Abu Hurairah r.a riwayat Muslim, Artinya:
“Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman dengan apa yang dia perintahkan kepada para rasul, Allah berfirman ((Wahai sekalian rasul makanlah dari yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih)) dan Allah berfirman ((Wahai orang-orang yang beriman makanlah dari yang baik-baik yang dirizkikan kepada kalian)). Kemudian (Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam) mengisahkan seseorang yang melakukan perjalanan jauh hingga rambutnya kusut dan badannya berdebu, dia mengangkat kedua tangannya ke langit dan menyeru: Wahai Rabb, Wahai Rabb. Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dibersarkan dengan barang yang haram, bagaimana doanya bisa dikabulkan”.
Dan Allah SWT telah melarang orang-orang yang beriman dari saling memakan harta di antara mereka pada ayat-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (Qs. An-Nisaa’: 29)
Bertakwalah kepada Allah dan hati-hatilah dari kemurkaan-Nya dan menghindarlah dari sebab-sebab kemarahan-Nya, karena sesungguhnya Allah SWT sangat cemburu (marah) apabila larangannya dilanggar. Dan telah datang riwayat yang shahih dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda,
لاَ أحَدٌ أغِيْرَ مِنَ اللهِ (رواه بخاري)

“Tidak seorang pun lebih cemburu daripada Allah”.
Hindarilah diri dan keluarga dari harta yang haram dan makanan yang haram, sebagai jalan keselamatan dari neraka yang Allah jadikan sebagai tempat paling pantas untuk daging yang tumbuh dari barang yang haram. Dan diriwayatkan oleh Al Imam At-Thabrani dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Dibacakan di hadapan Nabi SAW firman Allah Subhanahu Wa Ta’aala,

“Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan karena sesungguhnya syaithan adalah musuh yang nyata bagimu. (Qs. Al Baqarah: 168)
Maka bangkitlah ketika itu Sa’ad bin Abi Waqqash dia berkata, “Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia menjadikan aku orang yang doanya dikabulkan”.
Nabi bersabda:

يآسَعَد، أطِبُ مَطْعَمَكَ تَكُنْ مُسْتَجَابُ الدَّعْوَةِ، والذي نَفْسِي بِيَدِهِ إنَّ العَبْدَ لِيَقْذِفَ اللُّقْمَةُ الحَرَامِ في جَوْفِهِ مَا يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُ عَمَلاً أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا وأيمَا عَبْد نَبَت لَحْمُهُ مِن سُحْتِ فالنَّارُ أوْلَى بِه (رواه البخاري ومسلم)

“Wahai Sa’ad, makanlah yang baik-baik jadilah engkau orang yang dikabulkan do’anya. Dan sungguh demi Yang jiwaku berada di Tangan-Nya, sesungguhnya seorang hamba benar-benar meletakkan satu suapan haram ke dalam perutnya, Allah tidak terima amalannya selama empat puluh hari. Dan hamba manapun dagingnya tumbuh dari yang haram maka nerakalah yang paling pantas untuknya”.(HR Bukhari dan Muslim)
Sungguh Allah Ta’aala telah mengajak kalian untuk menjaga diri-diri kalian dan keluarga kalian dari jilatan api neraka dan menyeru kalian kepada jalan keselamatan dari adzabnya yang pedih, Allah SWT berfirman:


“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Qs. Tahrim: 6)
Maka sambutlah seruan-Nya, taatilah perintah-Nya, jauhilah larangan-Nya dan berhati-hatilah dari sebab-sebab kemurkaan Allah, sehingga berbahagia di dunia dan di akhirat:


“Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (Qs. Al Anfal: 24)
Praktek suap-menyuap dan sogok-menyogok atau populer dengan sebutan korupsi pada hari-hari belakangan ini di negeri tercinta ini, sudah menjadi budaya bahkan sudah meraja-lela dan melampaui batas yang menjurus kepada datangnya kemurkaan Allah SWT.
Tidak ada yang dapat dilakukan oleh penguasa negeri ini kecuali menghukum seberat-beratnya para koruptor dan menaikkan pangkatnya ke tiang gantung alias dihukum mati. Beranikah?
Penulis: Jafar Salih - www.mimbarislami.or.id

Minggu, 13 Januari 2008

HUKUM MEMPERINGATI ACARA MAULID NABI SAW

HUKUM MEMPERINGATI ACARA MAULID NABI SAW
Dari Buletin Dakwah MIMBAR ISLAM No. 002 Thn.I
Jum’at, 18 Rabi’ul Awal 1428 H/ 6 April 2007

Tidak syak lagi bahwa sesungguhnya Allah Ta’ala mengutus Nabi Muhammad SAW dengan membawa petunjuk dan agama yang benar (haq) yaitu ilmu yang memberikan manfaat dan amal shaleh dan Allah tidak akan memanggilnya keharibaanNya kecuali setelah Dia menyempurnakan nikmat-Nya, Allah Ta’ala berfirman :
اليومَ أكملتُ لكم دينَكم وأتممت عليكم نعمتى ورضيتُ لكمُ الإسلامَ ديناُ
Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Aku ridhai Islam itu menjadi agama bagimu”. (QS Al-Maidah : 3)

Allah SWT menjelaskan melalui ayat ini bahwa ِAllah telah menyempurnakan dan telah mencukupkan nikmat pemberian-Nya, oleh karena itu barang siapa yang mengadakan bid’ah ([1]) baru dalam agama ini berarti dia telah membuat syari’at baru, maka umat Islam semestinya mempunyai perhatian yang besar dan memahami masalah ini dengan baik.
Pembuat bid’ah seolah-olah dia mengatakan bahwa agama Islam belum sempurna, yang memerlukan penambahan dan penyempurnaan, maka sangatlah jelas bagi kita bahwa statement (pernyataan) ini bathil, bahkan merupakan bentuk kedustaan terbesar terhadap Allah Ta’ala dan berbenturan dengan makna yang terkandung dari ayat diatas.
Jika sekiranya acara peringatan maulid nabi (kelahiran nabi) di syari’atkan niscaya Rasulullah SAW telah menjelaskannya kepada umat, karena beliau adalah penasehat umat, tiada nabi sesudahnya, beliau penghulu para nabi, beliau telah menerangkan dengan terang benderang kewajiban kita terhadap beliau seperti mencintainya, ittiba’ kepada syari’atnya, menyampaikan shalawat dan salam kepadanya, dan lain sebagainya yang terkandung dalam Al-Qur’an dan sunnah.
Tidak pula beliau mengisyaratkan bahwa peringatan maulidnya merupakan perkara yang disyari’atkan serta beliau tidak pernah mengadakan acara maulid hingga akhir hayatnya, begitu pula para sahabat yang paling memahami ad-dien sesudah beliau tidak pernah melakukannya, khususnya khulafaurrasyidin, para tabi’in dan tabi’ut tabi’in mengikuti jejak sahabat, tidak pernah ada acara memperingati maulid.
Demikianlah tiga kurun waktu generasi terbaik umat ini tidak pernah menyelenggarakan peringatan maulid.
Bila kita mengetahui dengan baik bahwa peringatan maulid Nabi tidak ada pada masa Rasulullah SAW, tidak pula pada masa sahabat-sahabatnya yang mulia, tidak juga pada masa tabi’in dan tabi’ut-tabi’in, maka kita dapat megambil kesimpulan bahwa peringatan maulid adalah bid’ah baru dalam agama, tidak diperbolehkan untuk melakukannya, mendiamkan orang lain melakukannya, dan mendakwahkannya bahkan kita dituntut untuk mengingkarinya serta mengingatkan umat akan bahayanya sebagai manifestasi dari sabda Rasulullah SAW ketika beliau berkhutbah pada hari Jum’at :
وكان رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم يقول في خطبته: "إن أصدق الحديث كلام اللّه، وخير الهدي هديُ محمد صلى اللّه عليه وسلم، وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة، كل ضلالة في النار".
“Sesungguhnya perkataan yang paling baik adalah Kitab Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah SAW, dan perkara yang paling buruk adalah perkara yang baru dan setiap bid’ah adalah tersesat”. (HR Muslim)
Begitu pula sabdanya:
“Berpegangteguhlah kepada sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin sesudahku,peganglah ia dan gigitlah dengan gerahammu dan jauhilah setiap perkara yang baru, karena setiap yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah tersesat dan setiap yang sesat tempatnya di neraka”. (HR Bukhari dan Muslim)
Sabdanya yang lain:
“Barangsiapa yang mengadakan suatu amalan yang baru di dalam agama yang tidak ada contohnya dari kami (Rasulullah SAW), maka amalannya di tolak” (HR Muttafaq “alaihi)
Dan juga sabda Nabi SAW:
“Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami (Nabi SAW), maka amalannya ditolak” (HR Muslim)
Dan dapat dipahami bagi setiap muslim yang memilki dasar pegangan ilmu dan bashirah (mata hati) walau lemah, sesungguhnya mengagungkan Nabi SAW bukanlah dengan jalan bid’ah, dengan mengadakan peringatan Maulid Nabi SAW, akan tetapi dengan jalan mencintai dan ittiba’ (mengikuti) syari’atnya, mengagungkannya, berdakwah kepadanya serta memerangi setiap penyimpangan seperti bid’ah dan mengikuti hawa nafsu.
Allah berfirman :
قُلْ إن كنتم تُحبُّونَ اللهَ فاتَّبعُونِي يُحْبِبْكمُ اللهُ ويغْفِرْلكم ذُنوبَكُمْ واللهُ غفورٌ رَّحيم
“Katakanlah:jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS: Ali Imran 31)
Begitu pula Allah dalam ayat lain berfirman :
ومآءَاتاكمُ الرَّسولُ فخُذوهُ ومانهاكم عنهُ فانتهوا
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah” (QS:Al-Hasyr 7)
Di dalam Hadits shahih, dari Nabi SAW bersabda:
“Sesungguhnya umatku seluruhnya masuk surga kecuali mereka yang enggan, para sahabat bertanya: Siapakah yang enggan itu ya Rasulullah? Rasul menjawab:Barang siapa yang taat kepadaku masuk surga dan barangsiapa yang mengerjakan maksiat (tidak senang) kepadaku berarti dia telah enggan (masuk surga)” (HR Bukhari)
Mengagungkan Rasululllah SAW bukan hanyalah disatu waktu tanpa waktu-waktu yang lain, atau satu tahun tanpa tahun-tahun yang lain, bahkan hal ini termasuk pemetakan dalam amal, akan tetapi pengagungan dan penghormatan terhadap Rasulullah SAW dilakukan dalam setiap waktu dengan jalan mengagungkan sunnahnya, beramal dengannya, berdakwah kepadanya dan mengingatkan manusia akan bahaya jika menyalahinya, serta menggambarkan amalan-amalan yang baik tentang Rasulullah SAW. Akhlaknya yang terpuji, memberikan nasihat kepada umatnya dengan penuh keikhlasan dan dengan jalan memperbanyak mengucapkan shalawat dan salam kepadanya. Memberikan kabar gembira kepada manusia bila melakukan amalan baik tersebut. Inilah bentuk pengagungan yang disyari’atkan Allah dan Rasul-Nya kepada umatnya. Kepada mereka Allah telah memberikan balasan dan ganjaran yang baik serta menganugerahkan kepada mereka izzah (kemuliaan) di dunia dan kebahagian di akhirat kelak.
Maka menjadi kewajiban bagi para ulama dan para penguasa (pemimpin) umat Islam di dunia untuk menjelaskan kepada manusia bid’ah maulid nabi dan bid’ah-bid’ah yang lainnya, mengingkari mereka yang menyelenggarakannya. Melarang mereka untuk menghadiri acaranya sebagai nasehat karena Allah dengan tulus dan menjelaskan kepada manusia yang berada dibawah kekuasaannya dari kaum muslimin. Sesungguhnya meng-agung-kan terhadap Rasulullah SAW dan nabi-nabi yang lain serta para shalihin adalah dengan jalan mengikuti jejak mereka, berjalan diatas manhaj (jalan) mereka yang lurus, mengajak manusia untuk melaksanakan syari’at Allah dan Rasul-Nya dan mengingatkan umat akan bahaya menyalahi sunnahnya.
Maka setiap muslim berkewajiban untuk memberikan nasihat buat pribadinya agar senantiasa bertakwa kepada Allah Ta’ala disetiap sisi kehidupannya, mengevaluasi dirinya tentang amalan-amalan yang telah diukir di dalam hidupnya, berpijak diatas hukum-hukum Allah dan tidak melakukan bid’ah dalam agama yang tidak dibenarkan Allah Ta’ala. Karena agama ini telah sempurna dan telah disempunakan pemberian nikmat-Nya, sedangkan Rasulullah SAW berpulang keharibaan-Nya dan meninggalkan umatnya dalam taman yang dipenuhi dengan cahaya Ilahi, tiada yang berpaling darinya melainkan akan hancur binasa.
Akhirnya kita memohon kepada Allah Ta’ala agar senantiasa menyinari hidayah-Nya kepada kita kaum muslimin dan menunjukkan kita jalan yang lurus, memelihara dan menjaga kita dari setiap bid’ah dan arus hawa nafsu. Menganugerahkan kepada kita agar tetap berpijak diatas jalan sunnahnya, mengagungkannya dan mendakwahkan-nya, mengingatkan umat yang menyalahi sunnahnya. Semoga Allah melimpahkan taufiq-Nya kepada para pemimpin umat Islam dan para ulama supaya menunaikan kewajiban mereka dengan baik dengan jalan membela kebenaran (al-haq) dan mengikis habis segala bentuk keburukan (kejelekan), mengingkari bid’ah dan mengahncurkannya. Dialah maha penolong kita dan menjadi panutan kita.
Sesungguhnya apa yang terjadi dalam memperingati maulid Nabi tidak terlepas dari dari perbuatan yang terlarang (munkar), bid’ah dan menyalahi sunnah. Rasulullah SAW tidak pernah melakukan acara peringatan hari kelahirannya (maulid), demikian juga para sahabat, tabi’ien, tidak juga Imam Berempat (Imam Malik, Syafi’i, Hambali dan Hanafi) dan para pengikutnya dan tidak ada keterangan yang membolehkannya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seputar acara memperingati maulid:
1. Kebanyakan orang-orang mem-peringatinya mengarah kepada syirik (mempersekutukan) Allah seperti mereka meminta pertolongan dengan perantaraan arwah Nabi untuk menurunkan hujan dan semacamnya. Jika Nabi mendengar ucapan itu, pasti Nabi menghukumnya dengan syirik akbar. Allah-lah yang berkuasa atas segala-galanya.
2. Memperingati maulid memuji-muji secara berlebihan, Nabi melarang orang yang memujanya dengan mengatakan: “Janganlah memujiku sebagaimana orang-orang nasrani memuja Isa anak Maryam, aku adalah hamba, maka katakanlah Abdullah dan RasulNya”. (HR Bukhari)
3. Ada yang mengatakan bahwa Allah menjadikan Muhammad dari cahaya-Nya. Al-Quran membantahnya : “Katakanlah (ya Muhammad) kepada mereka bahwa aku adalah manusia seperti kamu, diturunkan wahyu kepadaku dan menyerukan Tuhan kamu adalah esa”(QS Al-Kahfi 110). Seperti diketahui bahwa Rasulullah dilahirkan oleh ibunya Aminah dan ayahnya Abdullah, ia juga manusia, hanya mempunyai kelebihan mendapat wahyu dari Allah.
4. Orang-orang Nasrani (Kristen) memperingati hari lahir Isa Al-Masih dan hari lahir keluarganya. Inilah yang ditiru umat Islam dan inilah yang dinamakan bid’ah baru. Nabi memperingatkan :”Barang siapa meniru suatu kaum, maka dia termasuk didalamnya” (HR Abu Daud)
5. Dalam acara memperingati maulid, antara laki-laki dan perempuan berbaur, ini adalah diharamkan dalam Islam.
6. Mengeluarkan biaya tidak sedikit dalam acara maulid dengan berbagai bentuk hiasan yang megah. Pemborosan dilarang oleh Nabi.
7. Acara maulid yang berlebihan sampai meninggalkan shalat.
8. Mereka berdiri setelah acara maulid dan membaca berzanji kemudian meyakini akan hadirnya Nabi ditengah-tengah mereka. Ini adalah bohong besar. “Dari belakang mereka ada barzakh (hijab antara dunia dan akhirat) sampai hari kiamat”(QS Al-Mukminun 100)
9. Mereka mengatakan bahwa dalam acara memperingati maulid, kami membaca riwayat hidup Rasulullah SAW. Yang benar mereka membaca hal-hal yang menyalahi sejarah Nabi bahkan bernyanyi dan memuja Nabi sambari berputar-putar bahkan sampai mabuk. Ini dilarang oleh Islam.
10. Orang-orang yang memperingati maulid kebanyakan “bagadang” sehingga shalat Subuh tertinggal.
Demikianlah adanya dan marilah kita membenahi diri menjauhi hal-hal yang khurafat dan bid’ah.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya dan sahabat-sahabatnya, Amin!(Zulharbi Salim)

Sumber :
1. Akhbar Al-Adhwa’, Alihbahasa : Abu Ja’far Nasruddin Lc. Majalah Tajdid Muhammaiyah Singapura No.24/April 2005.
2. Majmu’ah Rasail At-Taujihat Al-Islamiyah oleh Syekh Muhammad Jamil Zainu, Makkah, Alihbahasa : ZS

([1]) Bid’ah adalah bahasa Arab artinya melakukan sesuatu pekerjaan atau perbuatan baru yang sama sekali tidak pernah dikerjakan dan diucapkan oleh Rasulullah SAW semasa hidupnya.

Sabtu, 12 Januari 2008

Musibah Gempa Ujian Bagi Keimanan

MUSIBAH GEMPA
UJIAN BAGI KEIMANAN

Dari MIMBAR ISLAM No.001 dan 004 Thn.I Tgl.30 Maret 2007/11 Rabiulawal 1428 H

Marilah kita berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT, dengan melaksanakan segala perintahNya dan berusaha menjauhi segala apa yang menjadi laranganNya, karena hanya dengan Iman dan Taqwa serta keikhlasan beramal, semata-mata hanya karena Allah. Orang yang beriman dan beramal shaleh dengan tulus dan ikhlas mereka akan mendapat jaminan dari Allah SWT.
Firman Allah dalam Surat Luqman ayat 8-9 :
إن الذين آمنوا وعملوا الصلحات لهم جناتُ النعيمِِ خالدين فيها وَعْدَ اللهِ حقا وهو العزيز الحكيم (لقمان 8-9)
Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal shaleh, bagi mereka surga yang penuh kenikmatan, mereka akan menetap di dalamnya, janji Allah itu benar dan Dia Maha Perkasa lagi Bijaksana.(QS Luqman:8-9)


Iman adalah bagian dan milik rohani manusia yang tak ternilai harganya. Tinggi rendah martabat manusia di sisi Allah tidak lain juga ditentukan oleh kadar iman yang ada pada dirinya masing-masing. Siapa yang paling kuat dan sempurna imannya, dialah yang paling mulia dalam pandangan Allah. Tetapi, kita semua perlu mengetahui bahwa iman yang kuat itu sangat mahal nilainya. Iman yang kuat memerlukan terobosan perjuangan yang tangguh. Ia tidak dapat kita milikibegitu saja, oleh karena itu Allah SWT biasanya mengadakan ujian dan cobaan atau ujian kelayakan. Dengan ujian kelayakan Allah ini, akan menjadi jelas kelihatan mutu keimanan kita, apakah emas atau masih loyang!
Allah berfirman :
الذي خلق الموت والحياة ليبلوكم أحسن عملا ( الملك 2)
Allah yang menciptakan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya …(QS Al-Mulk 2)
Kemudian Rasulullah menjelas-kan :
إن الله ليجرب أحدكم بالبلاء كما يجرب أحدكم ذهبه بالنار فمنهم من يخرج كالذهب الإبريز ومنهم من يخرج كالذهب الأسود (رواه الطبرني(
Sesungguhnya Allah pasti akan mencoba salah seorang diantara kamu dengan suatu bencana, seperti halnya salah seorang diantara kamu mencoba emasnya dengan api. Diantara mereka ada orang yang keluar (dari cobaan) seperti emas murni dan diantaranya ada pula orang yang keluar seperti emas hitam .. (HR Thabrani)
Cobaan Allah itu tidak hanya berupa kesusahan seperti terjadinya gempa bumi, banjir, tanah longsor, angin topan dsbnya. Tidak kurang pula cobaan Allah berwujud berbagai rupa kegembiraan seperti harta benda yang banyak, kekuasaan atau kedudukan yang terhormat, anak atau keturunan dan sebagainya.
Beberapa Firman Allah menjelaskan :
واعلموا أنما أموالكم وأولدكم فتنة ( الأنفال 28)
Dan ketahuilah bahwa harta bendamu dan anak-anakmu itu menjadi cobaan. (Al-Anfal 28)
كل نفس ذآئقة الموت ونبلونكم بالشر والخير فتنة وإلينا ترجعون ( الأنفال 35)
Setiap jiwa pasti mersakan kematian dan kamu sekalian kami coba dengan yang buruk dan yang baik sebagai ujian dan kepada kami mereka akan kembali. (QS Al-Anbiya’ 35)
Sebagai orang yang beriman, tentu saja kita semua harus berusaha supaya kita dapat lulus dengan baik dari segala macam cobaan yang mungkin ditimpakan oleh Allah kepada kita.
Jadikanlah Iman kita kokoh kuat bagaikan batu karang ditengah lautan, yang tahan uji oleh pukulan-pukulan gelombang sepanjang masa. Atau, jadikanlah iman kita laksana emas murni (24 karat) yang makin ditempa semakin cemerlang.
Untuk itu, janganlah kita berkeluh kesah ditimpa mala-petaka seperti gempa yang datangnya dari Allah dan sebaliknya janganlah pula kita lupa daratan karena menerima kenikmatan. Kesusahan yang sedang menimpa kita, harus kita hadapi dengan tabah dan sabar dan ucapkanlah:
إنا لله وإنا اليه راجعون : البقرة 156
“Sesungguhnya kami kepunyaan Allah dan sesusungguhnya kepadaNya kami akan kembali”.
Sesuatu kenikmatan harta yang diberikan Allah yang ada pada kita, baiklah kita sambut dengan rasa syukur terhadap Allah.
لإن شكرتم لأذدنكم وإن كفرتم إن عذابي لشديد ابراهيم 7
Jika maku bersyukur akan nikmat yang telah kami berikan kepadamu akan kami berikan lebih banyak lagi, tetapi jika kamu ingkar ingatlah siksaan kami lebih hebat. QS Ibrahim 7
Usahakan kita tetap selalu ingat kepada Allah dimana saja kita berada baik diwaktu suka maupun duka.
يآيها الذين أمنوا لاتلهكمم أموالكم ولا أولادُكم عن ذكر الله ومن يفعل ذلك فألئك هم الخاسرون ( ألمنافقون 9)
“Hai orang-orang yang beriman, janganglah harta bendamu dan anak-anakmu menyebabkan kamu lalai dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian, maka merekalah orang-orang yang menderita kerugian”.
Janganlah kita bermental seperti halnya Qarun di masa Nabi Musa a.s. yang berbalik dari beriman menjadi kufur (murtad) ketika ia dicoba oleh Allah SWT dengan harta benda yang berlimpah ruah. Juga janganlah kita menjadi seperti Fir’un yang ketika di puncak kejayaannya ia bukannya bersyukur kepada Allah atas kurnia-Nya, tetapi justru ia malah mengaku menjadi Tuhan, mengaku sebagai Tuhan Yang Tinggi dengan mengatakan:
أنا ربكمُ الأعلى (النازعات 24)
“Akulah Tuhan kalian Yang Maha Tinggi”
Janganlah kita bertindak tidak disiplin seperti halnya bala tentara Thalut, yang ketika berangkat ke medan perang menghadapi musuh yang dipimpin oleh Jalut, sebagian besar dari mereka tidak lulus menempuh ujian Allah dengan menemukan sebuah sungai, ketika itu Thalut memperingatkan kepada pasukannya :
فلمّا فصَلَ طالوتُ بالجنودِ قال إن اللهَ مُبْتليكم بنَهَرٍ فمن شرب منه فليس مني ومن لم يَطْعَمْهُ فإنه مني الا من اغترف غرغةً بيده فشربوا منه الا قليلا منهم (البقرة 249)
“Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sebuah sungai, maka siapa diantara kamu meminum airnya bukanlah ia pengikutku, dan barang siapa tiada meminumnya kecuali menceduk satu kali dengan tangannya, maka ia adalah pengikutku. Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang diantara mereka ..”
Kemudian janganlah kita mengikuti kedurhakaan kaum Tsamud di masa Nabi Saleh yang diuji Allah dengan seekor onta. Kepada kaumnya ini Nabi Saleh berkata :
ويآقومِ هذه ناقةُ اللهِ لكم آية فذروها تأكلْ فى أرضِ اللهِ ولا تمسّوها بسوءٍ فيأخُذَكُم عذابٌ قريبٌ (هود64)
”Hai, kaumku inilah Onta betina dari Allah sebagai mukjizat (yang menunjukkan kebenaran) untukmu, sebab itu biarkanlah dia makan di bumi Allah dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun yang akan menyebabkan kamu ditimpa azab yang dekat”.
Kata-kata Nabi Saleh ini tidak mereka hiraukan. Onta Tuhan itu mereka sembelih dan akibat dari kedurhakaan mereka ini akhirnya mereka dihancurkan oleh Allah dengan mengirimkan gempa bumi yang dahsyat.
Dalam hubungan ini kita perlu mencontoh pada Nabi dan Rasul Allah yang telah memperoleh sukses gemilang dari berbagai macam ujian atau cobaan yang diberikan oleh Allah SWT.
Nabi Zakaria dipaksa oleh seorang Raja lalim yang berkuasa di masanya untuk menghukum halal (menghalalkan) barang yang diharamkan oleh Allah SWT, yaitu mengawini anak tiri. Nabi Zakaria tidak mau merobah hukum Allah ini, walau bagaimana juapun, sehingga dibunuh oleh Raja yang lalim itu.
Demikian pula putra Zakaria, Nabi Yahya ia mengikuti jejak ayahnya dalam memper-tahankan hukum Allah dan mati di tangan Raja yang dzalim itu.
Nabi Ibrahim a.s. dicoba oleh Allah SWT dengan diperintahkan untuk menyembelih putera kandungnya sendiri, yaitu Ismail. Ibrahim tetap mendahulukan cintanya kepada Allah dari cinta dan kasih sayang kepada puteranya sendiri. Ibrahim tega mengorbankan Ismail menyembelihnya, yang kemudian diganti oleh Allah SWT dengan seekor kambing.
Nabi Ayyub a.s. dicoba oleh Allah dengan sekujur tubuhnya di timpa suatu penyakit yang hebat bahkan semua hartanya musnah dan semua puteranya meninggal dunia. Tetapi Nabi Ayyub tetap tabah dan sabar, ia berkata :
إنِّى مسَّنِيَ الضُّرُّ وأنتَ أرحمُ الراحمين الأنبياء 43
“Sesungguhnya malapetaka telah menimpaku dan Engkaulah ya Allah Yang Paling Penyayang diantara segala yang penyayang”. QS Al-Anbiya’ 43
Nabi Ayyub bebas dari ujian Allah dengan firmannya:
ووهبْنَالهُ أهلَهُ ومثلَهم معهم رحمةً منّا وذكرى لأولى الأباب
“Dan Kami berikan kembali kepada Ayyub dan keluarganya serta tambahannya sebanyak itu pula, sebagai kurnia dari Kami dan sebagai peringatan bagi orang-orang yang berfikir”. (QS-Shad 43)
Nabi Yusuf a.s. dicoba Tuhan dengan wanita yang cantik bernama Siti Zuleha. Yusuf digoda dan di rayu untuk berbuat serong, namun gagal, karena Nabi Yusuf teguh dan kokoh dalam Imannya, tidak goncang sedikitpun. Ia berkata:
ربِّ السِجْنُ أحبُّ اليَّ ممَّا تدعونَني اليه
”Wahai Tuhanku, penjara lebih kusukai dari pada menuruti godaan mereka itu”

Dalam ayat 53 Nabi Yusuf berkata :
وما أُبرِّىءُ نَفْسِى إن النفسَ لأَََمَّارَةٌ السُّؤِى إلاَّ مارَحِمَ ربِّى
“Dan aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan karena sesungguhnya nafsu itu suka menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku..”
Atau kita perlu mencontoh kepahlawanan Siti Mashithoh, walaupun dipertaruhkan jiwanya sampai mati sebagai syahidah direbus dengan air panas mendidih (menurut keterangan lain ahli Tafsir: di goreng dengan minyak panas) oleh Fir’aun, ia tetap menolak untuk murtad dari keyakinan iman dan tauhid dan tetap tidak mau megakui Fir’aun sebagai Tuhan.
Siti Mashithah adalah seorang pahlawan wanita, seorang wanita pejuang keimanan, namanya harum dan wanginya tercium oleh Rasulullah waktu perjalanan Isra’ dan Mi’raj.
Pribadi Nabi Muhammad SAW juga wajib kita jadikan suri teladan, contoh utama bagi kita semua. Beliau tetap tidak mau mundur setapakpun dari tugas suci menyiarkan Islam, walaupun beliau di intimidasi, dibujuk rayu, disiksa, disuap disogok dlsbnya oleh musuh-musuhnya, Rasulullah berkata kepada musuhnya:
واللهِ لو وضَعُوا الشمسَ فى يميني والقمرَ فى يسارى على أن أتْرُكَ هذا الأمرَ حتى أن يظهرَهُ اللهُ أو أُهلِكَ فيه ما تَرَكْتُهُ
“Demi Allah, andai kata mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, supaya aku meninggalkan perjuangan ini, tidaklah aku mau meninggalkannya, sehingga Allah memenang-kan perjuanganku atau aku hancur (mati) karenanya”.
Dalam menempuh ujian Tuhan ada dua kemungkinan orang dapat lulus dari ujian Tuhan itu dan mungkin pula tidak.
Sekiranya tidak atau belum lulus ada baiknya di contoh Nabi Adam a.s. yaitu segeralah bertaubat kepada Allah jika sudah berbuat dosa. Seperti Nabi Adam juga berdosa karena terlanjur memakan buah (larangan) khuldi di surga, ia merasa menyesal dan bertaubat kepada Allah sampai taubatnya di terima oleh Allah. Adam berdo’a :
ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفرلنا وترحمنا لنكونَنَّ من الخاسرين
“Wahai Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, sekiranya Engkau tidak mengampuni dan tidak mengasihi kami, tentulah kami termasuk orang-orang yang merugi (QS Al-A’raf 23)
Akhirnya marilah kita renungi ayat dibawah ini :
أم حَسِبْتُم أن تَدْخُلُوا الجنَّة ولما يأتكم مثل الذين خَلَوْ من قبلكم مَسَّتْهُْمُ البَأسآءُ والضرَّآءُ وزُلْزِلوا حتى يقولَ الرسولُ والذين أمنوا معه متى نصرُ اللهِ ألآ إن نصْرَ اللهِ قريبٌ (البقرة 214)
”Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk sorga, sedangkan kepada kamu belum datang seperti apa yang di derita oleh orang-orang sebelum kamu yaitu ditimpa kesengsaraan, kemerlaratan dan kegoncangan. Sehingga Rasul berkata dan orang-orang yang beriman bersamany:”kapan datangnya pertolongan Allah? Ingatlah bahwa pertolongan Allah itu sudah dekat” (QS2, Al-Baqarah 214).
Dengan adanya gempa yang terjadi di Sumatera Barat tgl. 6 Maret 2007 merupakan ujian bagi umat manusia untuk lebih menyadari apa, siapa dan bagaimana diri kita. Introspeksi atau muhasabah harus dilakukan untuk dapat menentukan sampai dimana tingkat keimanan kita kepda Allah SWT.
Gempa, kita jadikan semacam batu ujian multidimensi untuk mencapai redha Ilahi, ujian ini belum lagi seperti derita dan sengsara yang dialami oleh umat pada zaman nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad SAW.
Marilah kita adakan muhasabah!
“Periksalah dirimu sebelum kamu diperiksa nanti dihadapan Allah SWT”.

Penulis : Zulharbi Salim