Minggu, 13 Januari 2008

HUKUM MEMPERINGATI ACARA MAULID NABI SAW

HUKUM MEMPERINGATI ACARA MAULID NABI SAW
Dari Buletin Dakwah MIMBAR ISLAM No. 002 Thn.I
Jum’at, 18 Rabi’ul Awal 1428 H/ 6 April 2007

Tidak syak lagi bahwa sesungguhnya Allah Ta’ala mengutus Nabi Muhammad SAW dengan membawa petunjuk dan agama yang benar (haq) yaitu ilmu yang memberikan manfaat dan amal shaleh dan Allah tidak akan memanggilnya keharibaanNya kecuali setelah Dia menyempurnakan nikmat-Nya, Allah Ta’ala berfirman :
اليومَ أكملتُ لكم دينَكم وأتممت عليكم نعمتى ورضيتُ لكمُ الإسلامَ ديناُ
Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Aku ridhai Islam itu menjadi agama bagimu”. (QS Al-Maidah : 3)

Allah SWT menjelaskan melalui ayat ini bahwa ِAllah telah menyempurnakan dan telah mencukupkan nikmat pemberian-Nya, oleh karena itu barang siapa yang mengadakan bid’ah ([1]) baru dalam agama ini berarti dia telah membuat syari’at baru, maka umat Islam semestinya mempunyai perhatian yang besar dan memahami masalah ini dengan baik.
Pembuat bid’ah seolah-olah dia mengatakan bahwa agama Islam belum sempurna, yang memerlukan penambahan dan penyempurnaan, maka sangatlah jelas bagi kita bahwa statement (pernyataan) ini bathil, bahkan merupakan bentuk kedustaan terbesar terhadap Allah Ta’ala dan berbenturan dengan makna yang terkandung dari ayat diatas.
Jika sekiranya acara peringatan maulid nabi (kelahiran nabi) di syari’atkan niscaya Rasulullah SAW telah menjelaskannya kepada umat, karena beliau adalah penasehat umat, tiada nabi sesudahnya, beliau penghulu para nabi, beliau telah menerangkan dengan terang benderang kewajiban kita terhadap beliau seperti mencintainya, ittiba’ kepada syari’atnya, menyampaikan shalawat dan salam kepadanya, dan lain sebagainya yang terkandung dalam Al-Qur’an dan sunnah.
Tidak pula beliau mengisyaratkan bahwa peringatan maulidnya merupakan perkara yang disyari’atkan serta beliau tidak pernah mengadakan acara maulid hingga akhir hayatnya, begitu pula para sahabat yang paling memahami ad-dien sesudah beliau tidak pernah melakukannya, khususnya khulafaurrasyidin, para tabi’in dan tabi’ut tabi’in mengikuti jejak sahabat, tidak pernah ada acara memperingati maulid.
Demikianlah tiga kurun waktu generasi terbaik umat ini tidak pernah menyelenggarakan peringatan maulid.
Bila kita mengetahui dengan baik bahwa peringatan maulid Nabi tidak ada pada masa Rasulullah SAW, tidak pula pada masa sahabat-sahabatnya yang mulia, tidak juga pada masa tabi’in dan tabi’ut-tabi’in, maka kita dapat megambil kesimpulan bahwa peringatan maulid adalah bid’ah baru dalam agama, tidak diperbolehkan untuk melakukannya, mendiamkan orang lain melakukannya, dan mendakwahkannya bahkan kita dituntut untuk mengingkarinya serta mengingatkan umat akan bahayanya sebagai manifestasi dari sabda Rasulullah SAW ketika beliau berkhutbah pada hari Jum’at :
وكان رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم يقول في خطبته: "إن أصدق الحديث كلام اللّه، وخير الهدي هديُ محمد صلى اللّه عليه وسلم، وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة، كل ضلالة في النار".
“Sesungguhnya perkataan yang paling baik adalah Kitab Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah SAW, dan perkara yang paling buruk adalah perkara yang baru dan setiap bid’ah adalah tersesat”. (HR Muslim)
Begitu pula sabdanya:
“Berpegangteguhlah kepada sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin sesudahku,peganglah ia dan gigitlah dengan gerahammu dan jauhilah setiap perkara yang baru, karena setiap yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah tersesat dan setiap yang sesat tempatnya di neraka”. (HR Bukhari dan Muslim)
Sabdanya yang lain:
“Barangsiapa yang mengadakan suatu amalan yang baru di dalam agama yang tidak ada contohnya dari kami (Rasulullah SAW), maka amalannya di tolak” (HR Muttafaq “alaihi)
Dan juga sabda Nabi SAW:
“Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami (Nabi SAW), maka amalannya ditolak” (HR Muslim)
Dan dapat dipahami bagi setiap muslim yang memilki dasar pegangan ilmu dan bashirah (mata hati) walau lemah, sesungguhnya mengagungkan Nabi SAW bukanlah dengan jalan bid’ah, dengan mengadakan peringatan Maulid Nabi SAW, akan tetapi dengan jalan mencintai dan ittiba’ (mengikuti) syari’atnya, mengagungkannya, berdakwah kepadanya serta memerangi setiap penyimpangan seperti bid’ah dan mengikuti hawa nafsu.
Allah berfirman :
قُلْ إن كنتم تُحبُّونَ اللهَ فاتَّبعُونِي يُحْبِبْكمُ اللهُ ويغْفِرْلكم ذُنوبَكُمْ واللهُ غفورٌ رَّحيم
“Katakanlah:jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS: Ali Imran 31)
Begitu pula Allah dalam ayat lain berfirman :
ومآءَاتاكمُ الرَّسولُ فخُذوهُ ومانهاكم عنهُ فانتهوا
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah” (QS:Al-Hasyr 7)
Di dalam Hadits shahih, dari Nabi SAW bersabda:
“Sesungguhnya umatku seluruhnya masuk surga kecuali mereka yang enggan, para sahabat bertanya: Siapakah yang enggan itu ya Rasulullah? Rasul menjawab:Barang siapa yang taat kepadaku masuk surga dan barangsiapa yang mengerjakan maksiat (tidak senang) kepadaku berarti dia telah enggan (masuk surga)” (HR Bukhari)
Mengagungkan Rasululllah SAW bukan hanyalah disatu waktu tanpa waktu-waktu yang lain, atau satu tahun tanpa tahun-tahun yang lain, bahkan hal ini termasuk pemetakan dalam amal, akan tetapi pengagungan dan penghormatan terhadap Rasulullah SAW dilakukan dalam setiap waktu dengan jalan mengagungkan sunnahnya, beramal dengannya, berdakwah kepadanya dan mengingatkan manusia akan bahaya jika menyalahinya, serta menggambarkan amalan-amalan yang baik tentang Rasulullah SAW. Akhlaknya yang terpuji, memberikan nasihat kepada umatnya dengan penuh keikhlasan dan dengan jalan memperbanyak mengucapkan shalawat dan salam kepadanya. Memberikan kabar gembira kepada manusia bila melakukan amalan baik tersebut. Inilah bentuk pengagungan yang disyari’atkan Allah dan Rasul-Nya kepada umatnya. Kepada mereka Allah telah memberikan balasan dan ganjaran yang baik serta menganugerahkan kepada mereka izzah (kemuliaan) di dunia dan kebahagian di akhirat kelak.
Maka menjadi kewajiban bagi para ulama dan para penguasa (pemimpin) umat Islam di dunia untuk menjelaskan kepada manusia bid’ah maulid nabi dan bid’ah-bid’ah yang lainnya, mengingkari mereka yang menyelenggarakannya. Melarang mereka untuk menghadiri acaranya sebagai nasehat karena Allah dengan tulus dan menjelaskan kepada manusia yang berada dibawah kekuasaannya dari kaum muslimin. Sesungguhnya meng-agung-kan terhadap Rasulullah SAW dan nabi-nabi yang lain serta para shalihin adalah dengan jalan mengikuti jejak mereka, berjalan diatas manhaj (jalan) mereka yang lurus, mengajak manusia untuk melaksanakan syari’at Allah dan Rasul-Nya dan mengingatkan umat akan bahaya menyalahi sunnahnya.
Maka setiap muslim berkewajiban untuk memberikan nasihat buat pribadinya agar senantiasa bertakwa kepada Allah Ta’ala disetiap sisi kehidupannya, mengevaluasi dirinya tentang amalan-amalan yang telah diukir di dalam hidupnya, berpijak diatas hukum-hukum Allah dan tidak melakukan bid’ah dalam agama yang tidak dibenarkan Allah Ta’ala. Karena agama ini telah sempurna dan telah disempunakan pemberian nikmat-Nya, sedangkan Rasulullah SAW berpulang keharibaan-Nya dan meninggalkan umatnya dalam taman yang dipenuhi dengan cahaya Ilahi, tiada yang berpaling darinya melainkan akan hancur binasa.
Akhirnya kita memohon kepada Allah Ta’ala agar senantiasa menyinari hidayah-Nya kepada kita kaum muslimin dan menunjukkan kita jalan yang lurus, memelihara dan menjaga kita dari setiap bid’ah dan arus hawa nafsu. Menganugerahkan kepada kita agar tetap berpijak diatas jalan sunnahnya, mengagungkannya dan mendakwahkan-nya, mengingatkan umat yang menyalahi sunnahnya. Semoga Allah melimpahkan taufiq-Nya kepada para pemimpin umat Islam dan para ulama supaya menunaikan kewajiban mereka dengan baik dengan jalan membela kebenaran (al-haq) dan mengikis habis segala bentuk keburukan (kejelekan), mengingkari bid’ah dan mengahncurkannya. Dialah maha penolong kita dan menjadi panutan kita.
Sesungguhnya apa yang terjadi dalam memperingati maulid Nabi tidak terlepas dari dari perbuatan yang terlarang (munkar), bid’ah dan menyalahi sunnah. Rasulullah SAW tidak pernah melakukan acara peringatan hari kelahirannya (maulid), demikian juga para sahabat, tabi’ien, tidak juga Imam Berempat (Imam Malik, Syafi’i, Hambali dan Hanafi) dan para pengikutnya dan tidak ada keterangan yang membolehkannya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seputar acara memperingati maulid:
1. Kebanyakan orang-orang mem-peringatinya mengarah kepada syirik (mempersekutukan) Allah seperti mereka meminta pertolongan dengan perantaraan arwah Nabi untuk menurunkan hujan dan semacamnya. Jika Nabi mendengar ucapan itu, pasti Nabi menghukumnya dengan syirik akbar. Allah-lah yang berkuasa atas segala-galanya.
2. Memperingati maulid memuji-muji secara berlebihan, Nabi melarang orang yang memujanya dengan mengatakan: “Janganlah memujiku sebagaimana orang-orang nasrani memuja Isa anak Maryam, aku adalah hamba, maka katakanlah Abdullah dan RasulNya”. (HR Bukhari)
3. Ada yang mengatakan bahwa Allah menjadikan Muhammad dari cahaya-Nya. Al-Quran membantahnya : “Katakanlah (ya Muhammad) kepada mereka bahwa aku adalah manusia seperti kamu, diturunkan wahyu kepadaku dan menyerukan Tuhan kamu adalah esa”(QS Al-Kahfi 110). Seperti diketahui bahwa Rasulullah dilahirkan oleh ibunya Aminah dan ayahnya Abdullah, ia juga manusia, hanya mempunyai kelebihan mendapat wahyu dari Allah.
4. Orang-orang Nasrani (Kristen) memperingati hari lahir Isa Al-Masih dan hari lahir keluarganya. Inilah yang ditiru umat Islam dan inilah yang dinamakan bid’ah baru. Nabi memperingatkan :”Barang siapa meniru suatu kaum, maka dia termasuk didalamnya” (HR Abu Daud)
5. Dalam acara memperingati maulid, antara laki-laki dan perempuan berbaur, ini adalah diharamkan dalam Islam.
6. Mengeluarkan biaya tidak sedikit dalam acara maulid dengan berbagai bentuk hiasan yang megah. Pemborosan dilarang oleh Nabi.
7. Acara maulid yang berlebihan sampai meninggalkan shalat.
8. Mereka berdiri setelah acara maulid dan membaca berzanji kemudian meyakini akan hadirnya Nabi ditengah-tengah mereka. Ini adalah bohong besar. “Dari belakang mereka ada barzakh (hijab antara dunia dan akhirat) sampai hari kiamat”(QS Al-Mukminun 100)
9. Mereka mengatakan bahwa dalam acara memperingati maulid, kami membaca riwayat hidup Rasulullah SAW. Yang benar mereka membaca hal-hal yang menyalahi sejarah Nabi bahkan bernyanyi dan memuja Nabi sambari berputar-putar bahkan sampai mabuk. Ini dilarang oleh Islam.
10. Orang-orang yang memperingati maulid kebanyakan “bagadang” sehingga shalat Subuh tertinggal.
Demikianlah adanya dan marilah kita membenahi diri menjauhi hal-hal yang khurafat dan bid’ah.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya dan sahabat-sahabatnya, Amin!(Zulharbi Salim)

Sumber :
1. Akhbar Al-Adhwa’, Alihbahasa : Abu Ja’far Nasruddin Lc. Majalah Tajdid Muhammaiyah Singapura No.24/April 2005.
2. Majmu’ah Rasail At-Taujihat Al-Islamiyah oleh Syekh Muhammad Jamil Zainu, Makkah, Alihbahasa : ZS

([1]) Bid’ah adalah bahasa Arab artinya melakukan sesuatu pekerjaan atau perbuatan baru yang sama sekali tidak pernah dikerjakan dan diucapkan oleh Rasulullah SAW semasa hidupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Assalamu'alaikum wr.wb.
Pembaca Yang Budiman,
SELAMAT MEMBACA BULETIN MIMBAR ISLAM
Penerbit Lembaga Dakwah Pondok Pesantren AL HARBI PABALUTAN - BATUSANGKAR
Wassalam
Tim Redaktur